Perusahaanini bekerja di industri berikut: Kediaman dengan layanan dukungan. Nama: Pt Tritama Niaga Berjaya. Terlibat dalam: Kediaman dengan Panti Rehabilitasi Mental Jiwa Sehat. 9,05 km Mentari Anakku (Klinik Psikologi dan Pusat Terapi Anak) 10,23 km. Sumber Daya Terdekat. Kopi. Belanja. Bank. Hotel. Farmasi. Taksi. Gas. Otomotif Keperawatanjiwa dimulai antara tahun 1770 dan 1880 seiring dengan kejadian penanganan pada seorang penyakit mental. Sebelumnya, pada masa peradaban dimana roh-roh dipercaya sebagai penyebab gangguan dan mengusirnya agar sembuh. Para leluhur Yunani, Romawi dan Arab percaya bahwa gangguan emosional diakibatkan tidak berfungsinya organ pada otak. Selainitu, meningkatkan pengetahuan petugas klinik serta pengelola panti mengenai dampak pada penurunan status kesehatan dan juga mental para lansia. Di sisi lain, tercipta hubungan yang baik antara ULM dengan masyarakat kelompok lanjut usia khususnya PPRSLU Budi Sejahtera. ( Sari) BankRakyat Indonesia Capem Krakatau Medan dan NPWP: -113.000 dengan mengikuti ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan negara yang berlaku termasuk pemotongan pajak- pajak dan lain-lain. Akibat hukum apabila pembayaran tidak sesuai dengan perjanjian pemborongan kerja penyediaan makanan antara Kementerian Sosial PANTIREHABILITASI MENTAL JIWA SEHAT. Spesialisasi. Kedokteran Jiwa. Alamat. Komplek Taman Salvia, Jl. Palm Merah V, Blok BN No. 36 LokaDok adalah platfom kesehatan berbasisteknologi yang bertujuan untuk membantu masyarakat mencari dokter atau penyedia jasa kesehatan di Indonesia. Pencarian adalah berdasarkan spesialisasi dan lokasi Dibutuhkanperawat untuk mengisi Lowongan Kerja Perawat Terbaru di Panti Rehabilitasi Mental dan Klinik Jiwa Sehat. Jiwa Sehat adalah pant Lowongan Kerja Medis Perawat Februari-Maret 2016 di Klinik Jiwa Sehat 2016-02-04T:00 Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Artikasari Pangestuti 5s9nX. Klinik Jiwa Dan Panti Rehabilitasi Mental Jiwa Sehat JL Bumi Serpong Damai, Sektor Serpong, Tangerang Selatan, Komplek Taman Salvia, Blok BN, Tangerang, Banten, Indonesia Seri ke-2 informasi dan edukasi mengenai masa jangka waktu minum obat. Kali ini pembahasan dilakukan untuk gangguan depresi. Anda dapat membacanya selengkapnya di sini. Ini adalah tulisan terbaru saya di blog pribadi saya setelah vakum menulis selama 6 tahun. Tulisan ini ditujukan untuk edukasi pada masyarakat awam terutama Orang Dengan Skizofrenia ODS mengenai jangka waktu minum obat. Anda dapat mengaksesnya di sini. Ditulis Oleh Maria Ayuningtias, Psi. Psikolog Klinik Jiwa dan Panti Rehabilitasi Mental Jiwa Sehat Ilustrasi Kasus A adalah seorang anak laki-laki berusia 6 tahun yang duduk di bangku kelas 1 SD. Ketika pertama kali datang pada saya, A dikeluhkan oleh orang tua, dan guru lesnya karena mengalami kesulitan berkonsentrasi dalam jangka waktu yang panjang, dan mudah lupa tentang sesuatu terutama yang berkaitan dengan pelajaran. Ia juga mengalami kesulitan dalam pelajaran dikte spelling dan mengeja, serta kesulitan mengerjakan tugas di sekolah yang berkaitan dengan tulis menulis jika tidak didampingi oleh orang lain. Saat di sekolah, A kesulitan ketika menjawab pertanyaan dalam bentuk tulisan, tetapi ketanya ditanya secara lisan, ia mampu menjawab dengan benar. Hal tersebut mulai nampak ketika A berada di Taman Kanak-Kanak, dan semakin bertambah “parah” ketika A duduk di bangku Sekolah Dasar, karena tuntutan yang lebih banyak untuk menulis. Contoh kesulitan yang dialami oleh A • Ketika pelajaran dikte, A sering salah menulis. Contohnya menulis CAT kucing dalam bahasa Inggris menjadi  ACT menulis OWL burung hantu dalam bahasa Inggris menjadi  MOL • A sering tertukar saat menulis huruf b dengan huruf d, sering salah membedakan antara q dan p, m dan w, dan sebagainya. Hasil tes IQ menunjukkan taraf intelegensi A yang berada pada taraf rata-rata atas. Dari hasil asesmen dengan orang tua , didapatkan pula data bahwa A mengalami keterlambatan berbicara sewaktu kecil. Mengenal Disleksia Kata disleksia berasal dari bahasa Yunani, yaitu berasal dari kata “dys” yang berarti kesulitan, dan kata ”lexis” yang berarti bahasa. Disleksia yang secara harafiah berarti “kesulitan dalam berbahasa” merupakan suatu kesulitan belajar spesifik yang ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat, kesulitan dalam membaca, kesulitan dalam mengeja, kesulitan dalam menulis dan kesulitan dalam beberapa aspek bahasa yang lain. Seringkali ditemui, anak dengan disleksia memiliki prestasi yang buruk di sekolah, meski hasil tes IQ tes kecerdasan menunjukkan IQ rata-rata atau bahkan di atas rata-rata. Beberapa ahli menganggap disleksia baru dapat ditegakkan pada usia 6-7 tahun, ketika anak menginjak bangku Sekolah Dasar. Hal tersebut dikarenakan pada usia Taman Kanak-Kanak, orang tua mau pun guru menganggap “wajar” ketika seorang anak sering terbalik menulis beberapa huruf, kesulitan membedakan huruf-huruf yang mirip, kesulitan menggunakan huruf besar dan kecil sesuai dengan tata cara yang benar, dan sebagainya. Bahkan dalam beberapa kasus, individu dengan disleksia tidak terdeteksi hingga usia dewasa. Mengenali Tanda-tanda Awal Disleksia Disleksia sering terlupakan, atau terlambat untuk di deteksi. Bahkan seringkali orang tua atau guru menganggap anak dengan disleksia adalah anak yang malas, anak yang bermasalah, hingga diberi label “anak yang bodoh”. Beberapa tanda-tanda yang sering ditemui untuk deteksi dini disleksia Sumber Referensi Disleksia Today Genius Tomorrow 1. Adanya riwayat keluarga dekat yang juga mengalami hal yang sama 2. Mengalami keterlambatan bicara. 3. Kesulitan menemukan istilah yang tepat dalam berkomunikasi. Misalnya mengatakan kata “tebal” untuk menjelaskan kata “dalam”. 4. Kesulitan membedakan kiri dan kanan secara tepat. 5. Rentang konsentrasi yang singkat. 6. Daya ingat yang pendek. 7. Kesulitan memahami persoalan yang membutuhkan logika bahasa. 8. Berbicara terkadang gagap, atau tidak runtut ketika menceritakan tentang sesuatu. 9. Tertukar huruf yang mirip mirror image, angka dan huruf yang mirip. Cotoh b dengan d atau sebaliknya , p dengan q atau sebaliknya, 5 dengan z atau s, 9 dengan 6 atau sebaliknya. Dampak Keterlambatan Diagnosa atau Penanganan Disleksia Banyak penelitian menunjukkan bahwa semakin dini deteksi disleksia, dan semakin dini pemberian intervensinya maka prognosisnya perkembangan kedepannya akan semakin baik. Sebaliknya ketika terjadi keterlambatan penanganan disleksia, akan berdampak pada gangguan sosial mau pun gangguan emosi. Anak mau pun remaja yang “terlewat” dari deteksi disleksia dapat menjadi individu yang kurang percaya diri karena merasa tidak pintar dibanding teman-temannya, mudah marah, dan sebagainya. Individu dengan disleksia bukan berarti tidak dapat meraih kesuksesan di kemudian hari, jika ditangani dengan tepat. Beberapa orang terkenal juga banyak yang mengalami disleksia, antara lain Lee Kuan Yew, Albert Einsten, Agatha Christie, dan masih banyak lagi. Yang harus dilakukan Sekali lagi deteksi dini sangatlah penting untuk dilakukan. Jadi jika anda, orang yang anda kenal atau anak Anda terlihat memiliki tanda-tanda yang telah dipaparkan diatas, jangan tunda lagi! Segera berkonsultasilah kepada profesional untuk membantu anda. Semoga Bermanfaat! Beberapa materi di dapatkan dari sumber referensi Disleksia Today Genius Tomorrow – Solek K dan dr. Kristiantini Dewi Ditulis oleh Irma,SpKJ Psikiater Klinik Jiwa dan Panti Rehabilitasi Mental Jiwa Sehat Apa itu gangguan obsesif kompulsif? Gangguan obsesif kompulsif termasuk dalam kelompok gangguan cemas. Obsesif sendiri merupakan suatu pikiran yang sifatnya berulang-ulang, sangat sulit untuk dikendalikan dan terus-menerus muncul di dalam pikiran penderitanya. Pikiran ini dapat hanya merupakan suatu bayangan atau keinginan melakukan sesuatu atau dapat juga berupa kalimat atau kata-kata. Sementara kompulsif adalah tindakan yang dilakukan untuk meredakan kecemasan yang ditimbulkan oleh pikiran obsesif sehingga kecemasan itu dapat dikurangi. Umumnya di awal masa gangguan, pasien masih mampu menangani pikiran tersebut dan menyadari bahwa pikiran obsesif yang dialaminya bersifat tidak berdasar sehingga biasanya pikiran tersebut berusaha ditekan atau dibiarkan saja namun bila mana akhirnya kecemasan yang ditimbulkan pikiran obsesif semakin meningkat, maka disitulah biasanya muncul suatu perilaku kompulsi. Seorang pasien saya misalnya, terus-menerus menghitung tiang listrik sepanjang perjalanan dari rumah ke kantor. Pikiran ingin menghitung tiang listrik merupakan pikiran obsesif dan ketika pasien saya kemudian mulai benar-benar menghitung maka di situ muncul perilaku kompulsif. Pasien saya yang lainnya perlu mencuci tangan hingga sekitar 20 kali atau lebih setiap melakukan sesuatu yang menurutnya dapat menyebabkan tangannya kotor dan bila mana tidak dilakukan dapat menimbulkan kecemasan luar biasa di dalam dirinya. Pikiran bahwa tangannya kotor adalah pikiran obsesif sementara perilaku mencuci tangan adalah perilaku kompulsif. Mengapa akhirnya disebut gangguan? Karena pada taraf tertentu kondisi obsesif kompulsif yang dialami akhirnya dapat menyebabkan pasien mengalami gangguan dalam kegiatannya sehari-hari baik dalam bekerja, bersekolah, ataupun bersosialisasi. Sering pasien obsesif kompulsif juga kemudian menderita depresi berkepanjangan akibat merasa stres dengan kondisi yang dialaminya. Banyaknya orang yang mengalami gangguan ini adalah sekitar 2 hingga 3 persen. Sering tertukar dengan kepribadian obsesif kompulsif. Pada pria biasanya gejala berawal di usia yang lebih muda dibandingkan pada wanita. Apa yang menyebabkan? Seperti gangguan psikiatri lainnya, faktor biopsikososial diduga menjadi penyebab timbulnya gangguan ini. Secara biologis gangguan ini diduga timbul akibat adanya sistem pengaturan neurotransmiter serotonin yang bermasalah disregulasi serotonin. Hal ini dibuktikan terutama karena nyatanya gejala obsesif kompulsif dapat dikontrol dengan baik dengan pemberian obat anti depresan golongan SSRI Selective Serotonin Reuptake Inhibitor. Selain itu terbukti bahwa pemberian obat memiliki efektivitas yang lebih unggul dibandingkan dengan metode terapi lainnya dalam mengatasi gangguan obsesif kompulsif. Faktor lain yang diduga terkait dengan gangguan ini adalah faktor genetik dan psikososial. Pada faktor psikososial, diduga berkaitan dengan pembiasaan perilaku dalam mengatasi hal-hal yang sifatnya menimbulkan kecemasan. Diduga pula merupakan suatu mekanisme pertahanan mental dalam mengatasi hal-hal yang menimbulkan kecemasan. Gejala klinis Umumnya pasien datang dengan gambaran lengkap pikiran obsesif dan perilaku kompulsif namun ada pula pasien yang hanya mengalami salah satu dari gejala pikiran obsesif atau perilaku kompulsif. Pada beberapa pasien, dapat muncul perasaan malu yang luar biasa dengan kondisinya karena pikiran-pikiran yang muncul dapat berupa pikiran “terlarang” bagi pasien sendiri. Terapi Hingga saat ini pemberian obat antidepresan golongan SSRI masih menjadi pilihan terbaik. Pada beberapa kasus diperlukan kombinasi dengan obat antipsikotik untuk mengatasi gejala. Psikoterapi berupa terapi perilaku dapat membantu terutama dalam mengendalikan stresor ataupun menurunkan rasa malu yang timbul akibat kondisi sakit yang dialami. Tulisan ini merupakan tulisan yang dibuat oleh psikiater kami Irma,SpKJ tahun 2013 lalu dan termuat dalam blog pribadi beliau. Kami memposting ulang tulisan beliau karena banyaknya kesalahan pemikiran mengenai obat-obat psikiatri. Untuk mengakses tulisan asli, Anda dapat mengunjunginya di sini. Oleh Irma,SpKJ Psikiater Klinik Jiwa dan Panti Rehabilitasi Mental Jiwa Sehat Judul tulisan saya kali ini merupakan pertanyaan yang kerap kali saya dapatkan di dalam ruangan praktek psikiatri, baik dahulu ketika saya masih menjalani pendidikan sebagai calon spesialis kedokteran jiwa ataupun saat ini ketika saya sudah berpraktek sebagai seorang psikiater. Meskipun saya tidak terlalu pasti berapa persisnya jumlah pasien atau keluarganya yang bertanya namun mengingat sangat seringnya hal ini ditanyakan maka saya memperkirakan lebih dari 70 persen pasien saya ataupun keluarganya menanyakan pertanyaan seputar obat psikiatri yang konon dianggap sebagai obat penenang. Pertanyaan ini sering ditanyakan sehingga tentu ada alasannya, dibalik pertanyaan pasien atau keluarganya saya sering melihat adanya kecemasan dan kekhawatiran yang timbul akibat mitos seputar “obat penenang” yang beredar kuat di dalam masyarakat. Kepercayaan bahwa pergi ke dokter psikiater berarti pasti akan mendapat “obat penenang” nampaknya sangat kuat berakar dalam masyarakat Indonesia. Ketika saya memikirkan sebetulnya dari mana kepercayaan ini muncul, saya kemudian mulai melihat potongan-potongan memori dari berbagai film ataupun cerita fiksi yang beredar di masyarakat yang menggambarkan seseorang yang berteriak histeris dan kemudian mendapatkan suntikan “obat penenang” oleh psikiater atau juga adegan yang umumnya ditemukan, ketika berdialog dengan psikiater maka kalimat yang muncul kemudian adalah “nanti saya berikan obat penenang”. Ketika saya membaca berita baik itu di koran ataupun sekedar iseng browsing membaca berbagai halaman internet maupun blog, mayoritas keyword psikiater kemudian berpasangan dengan obat penenang. Budaya pop memang sangat luar biasa dalam mempengaruhi cara pandang masyarakat di jaman modern ini. Artikel ini saya tuliskan untuk memberikan edukasi pada masyarakat awam sekaligus meluruskan salah kaprah mengenai obat-obat psikiatri karena salah kaprah ini pula yang menyebabkan pasien enggan datang mencari pertolongan meskipun sebenarnya membutuhkannya. Ketakutan cukup besar pada pasien maupun pada keluarganya untuk mencari pertolongan pada psikiater adalah kemungkinan akan kecanduan “obat penenang”. Ataupun kemungkinan menjadi pengguna “obat penenang” seumur hidup dengan mengunjungi psikiater. Pertanyaan Apakah obat-obat psikiatri adalah obat penenang? Jawaban Ada sebagian obat psikiatri yang memang memberi efek menenangkan. Misalnya obat-obat golongan benzodiazepin yang memang berfungsi sebagai obat anti cemas/panik sehingga ketika serangan cemas/panik muncul dan pasien meminum obat anti cemas, serangan mereda dan pasien merasa tenang. Ada pula golongan obat-obat anti psikotik yang umumnya diberikan pada pasien yang mengalami gaduh gelisah. Yang di maksud dengan kondisi gaduh gelisah adalah kondisi di mana seorang pasien mengamuk, bersikap mengancam, atau menunjukan tanda-tanda kekerasan. Dengan mendapatkan terapi obat antipsikotik, umumnya kondisi ini dapat diatasi dalam pengertian pasien tidak lagi mengamuk, bersikap mengancam, atau mengalami gaduh gelisah. Obat anti psikotik sendiri selain digunakan sebagai obat untuk mengatasi kondisi tersebut, juga digunakan pada pengobatan skizofrenia dan beberapa gangguan psikiatrik lainnya. Obat-obat golongan lainnya yang juga digunakan dalam mengatasi gangguan psikiatrik adalah obat-obat anti depresan, psikostimulan, anti konvulsan, mood stabilizer, dan anti kolinergik di mana masing-masing obat digunakan sesuai dengan indikasi diagnosis yang ditegakan dan tidak menyebabkan tenang seperti yang dimaksudkan dalam pengertian obat penenang. Pertanyaan Apakah semua obat psikiatri menyebabkan tidur atau mengantuk? Jawaban Ini merupakan pernyataan kedua yang paling banyak menyangkut mitos “obat penenang” itu tadi. Pasien saya umumnya menyatakan “Dokter nanti kalau saya minum obatnya.. Saya nanti tidur terus dan mengantuk.” Tidak semua obat psikiatri menyebabkan mengantuk, ada sebagian obat yang justru sebaiknya tidak diminum pada malam hari karena dapat menyebabkan sulit tidur. Ada pula obat-obat yang tidak berpengaruh sama sekali pada pola tidur. Sebagian obat psikiatri yang menyebabkan mengantuk pun, umumnya tidak lagi memberikan efek mengantuk setelah tubuh terbiasa. Pertanyaan Apakah semua obat psikiatri harus diminum seumur hidup? Jawaban Lama minum obat bervariasi pada kasus-kasus psikiatri tergantung diagnosis pasien. Pada beberapa diagnosis, obat hanya diminum selama diperlukan sama seperti obat-obat pada penyakit fisik. Pada jenis lainnya, obat diminum untuk jangka waktu tertentu sebelum akhirnya dapat dihentikan. Namun memang ada pula pasien yang perlu minum obat hampir sepanjang waktu, misalnya karena terjadi kekambuhan relaps berulang dalam jangka waktu yang tergolong dekat, misalnya pada orang dengan skizofrenia atau penderita gangguan bipolar yang relaps terus-menerus. Pertanyaan Sebetulnya bagaimana cara obat-obat psikiatri bekerja? Jawaban Hampir semua obat-obat psikiatri bekerja dengan memanipulasi berbagai neurotransmiter di sistem saraf pusat otak. Otak adalah organ yang terdiri dari berjuta-juta sel saraf. Otak mampu melakukan fungsinya dengan baik bila sel-sel otak bekerja dengan baik pula. Kondisi ini tercapai bila terdapat komunikasi yang benar antar sel-sel saraf. Neurotransmiter adalah zat yang diperlukan dalam mengatur komunikasi antar sel saraf. Neurotransmiter di otak banyak sekali jenisnya, misalnya dopamin, serotonin, GABA, norepinefrin, epinefrin, dan lain sebagainya. Tiap neurotransmiter memiliki fungsinya tersendiri dan memengaruhi otak dalam cara-cara yang berbeda sehingga menghasilkan emosi, perilaku, cara berpikir, bertindak yang berbeda pada seseorang. Setiap gangguan psikiatri umumnya terkait dengan sistem neurotransmiter yang berbeda, misalnya gangguan sistem dopamin pada skizofrenia dan psikotik lainnya, gangguan sistem serotonin pada depresi dan gangguan mood lainnya, dan lain sebagainya. Obat-obat psikiatri akan memperbaiki sistem neurotransmiter sehingga sistem tersebut menjadi stabil kembali dan akhirnya memperbaiki emosi, perilaku, cara berpikir, dan bertindak seseorang. Pertanyaan Apakah obat-obat psikiatri menyebabkan kecanduan? Jawaban Dalam bahasa medis, kecanduan disebut dengan adiksi. Memang betul terdapat golongan obat psikiatri yang berpotensi untuk menimbulkan adiksi, misalnya golongan benzodiazepin yang digunakan sebagai obat anti ansietas namun bila digunakan dengan benar dan dalam pengawasan dokter umumnya kondisi adiksi dapat dicegah. Adiksi obat/zat ditandai dengan • keinginan kuat untuk selalu menggunakan suatu zat/obat tersebut • tidak mampu mengontrol perilakunya untuk tidak menggunakan zat/obat tersebut • timbul gejala putus zat bila zat/obat dikurangi dosisnya/tidak digunakan lagi • terdapat toleransi di dalam tubuh yaitu keadaan di mana kadar obat/zat harus terus-menerus dinaikan bila ingin mencapai efek yang sama • pikiran terus-menerus untuk menggunakan zat/obat tersebut • tetap “ngotot” menggunakan zat/obat meski tahu adanya risiko yang membahayakan dari zat tersebut Bila dilihat dari kriteria adiksi tersebut, hampir semua obat-obat psikiatri tidak menyebabkan kondisi yang tersebut di atas sehingga tidak dapat dikatakan menyebabkan kecanduan. Jadi jangan lah takut untuk pergi ke psikiater bila mana memerlukannya. Tanyakan dengan jelas pada dokter Anda apa fungsi, indikasi, dan hal-hal lain yang ingin diketahui mengenai terapi obat yang diberikan. Semoga informasi ini cukup mencerahkan bagi yang membaca artikel ini. Catatan Bila mana ada pertanyaan lain yang Anda ingin tanyakan soal penggunaan obat psikiatri, Anda dapat mengirimkan langsung pertanyaan Anda ke email kami Kami akan meneruskan pada dokter kami dan memberikan jawabannya di artikel ini. Ditulis oleh Irma,SpKJ Psikiater Klinik Jiwa dan Panti Rehabilitasi Mental Jiwa Sehat Tulisan ini saya buat setelah mendapatkan pertanyaan di wall facebook Kelompok Peduli Skizofrenia Indonesia KPSI mengenai kondisi adanya gejala depresi yang terjadi setelah suatu episode gejala skizofrenia yang nyata mereda. Diceritakan bahwa pasien dengan skizofrenia baru pulang rawat inap dari rumah sakit namun kemudian menunjukan gejala waham nihilistik yang menonjol. Apa itu Depresi Pasca Skizofrenia? Depresi paca skizofrenia adalah kondisi munculnya gejala depresi pada penderita skizofrenia. Diagnosis baru dapat ditegakan bila 1. Gejala skizofrenia telah berlangsung sekurangnya 12 bulan lamanya dan memenuhi kriteria diagnostik untuk salah satu jenis skizofrenia. 2. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada tetapi gejala-gejala sudah berkurang sehingga tidak lagi nampak menonjol ditemui pada pasien. 3. Gejala-gejala depresi menonjol dan mengganggu serta harus memenuhi suatu kriteria episode depresi dan telah berlangsung dalam kurun waktu sekurangnya 2 minggu. Kriteria diagnostik ini merupakan kriteria yang termuat dalam PPDGJ III Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa yaitu kumpulan kriteria diagnostik berbagai gangguan kejiwaan yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia PDSKJI yang diadaptasi dari ICD-10 yaitu klasifikasi diagnosis menurut WHO. Jadi berdasarkan klasifikasi diagnostik tersebut, seorang dengan kondisi depresi pasca skizofrenia akan menunjukan gejala-gejala depresi yang menonjol sementara gejala skizofrenianya sendiri sudah tidak lagi menonjol. Gejala tersebut muncul setelah atau pada masa berlangsungnya suatu episode skizofrenia yang jelas sebelumnya. Pentingnya mengenali depresi pasca skizofrenia Penting baik bagi orang dengan skizofrenia ODS ataupun care giver ODS untuk mengenali gejala depresi pada penderita skizofrenia. Dalam berbagai penelitian gejala-gejala depresi ini sering menjadi penyebab bunuh diri pada penderita skizofrenia bila tidak ditangani dengan benar. Bila mana gejala-gejala depresi muncul, segeralah kembali berkonsultasi dengan dokter psikiater. Terapi yang diberikan umumnya merupakan kombinasi terapi dengan obat dan non obat, seperti misalnya psikoterapi. Semoga artikel ini menambah pengetahuan para pembaca. Ditulis oleh Maria Ayuningtias, Psikolog. Psikolog Klinik Jiwa dan Panti Rehabilitasi Mental Jiwa Sehat Beberapa tahun belakangan, autisme menjadi salah satu “trending topic” gangguan perkembangan pada anak. Padahal selain autisme, masih terdapat berbagai macam gangguan perkembangan yang lainnya. Salah satu gangguan perkembangan yang cukup sering ditemui dalam pengalaman praktek psikologi saya, adalah ADHD. Mengenal ADHD ADHD adalah suatu gangguan perkembangan yang ditandai dengan adanya gangguan pemusatan perhatian dan / atau tingkah laku yang hiperaktif. ADHD merupakan kepanjangan dari Attention Deficit / Hyperactivity Disorder atau dalam bahasa Indonesia disebut sebagai GPPH Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas. Menurut data, ADHD lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Seringkali terjadi, anak dengan ADHD salah diberi diagnosa yang lain, mau pun di “label” sebagai anak yang nakal dan tidak dapat diatur. Padahal hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman orang tua, mau pun pengajar tentang gejala-gejala ADHD. Semakin cepat gangguan ADHD di deteksi, dan mendapatkan penanganan maka harapannya prognosisnya perkembangan ke depannya menjadi semakin baik. Diharapkan orang tua yang melihat atau mencurigai adanya gejala-gejala ADHD pada anaknya, dapat segera mengkonsultasikannya kepada tenaga profesional psikolog, psikiater, mau pun dokter anak. Jangan sampai menunda-nunda waktu, dan mengabaikan gejala-gejala yang ada. Diagnosa ADHD sendiri idealnya tidak hanya ditegakkan oleh tenaga profesional dari satu bidang ilmu tertentu misalnya hanya psikolog atau psikiater atau dokter anak, namun diperlukan pendekatan multi disiplin untuk memberikan diagnosa ADHD atau pun gangguan perkembangan yang lain. Penyebab ADHD Hingga saat ini, penyebab dari ADHD belum diketahui secara pasti. Namun beberapa ahli percaya bahwa ADHD dibebabkan karena kondisi medis atau gangguan perkembangan neurologis yang disebabkan karena ketidakseimbangan kimiawi di otak. Selain itu beberapa ahli juga mengatakan kemungkinan ADHD disebabkan oleh gangguan pada masa kehamilan, ibu yang merokok atau mengkonsumsi alkohol di masa kehamilan,atau ibu yang mengalami stress akut saat masa kehamilan. Gejala utama dari ADHD a. Inattention kesulitan memusatkan perhatian , yang antara lain ditandai dengan • Kegagalan dalam memberikan perhatian, kegagalan dalam bekerja secara detil, mau pun seringkali melakukan kecerobohan. • Kesulitan menjaga konsentrasi dalam menerima tugas atau melakukan suatu aktivitas • Sering terlihat tidak mendengarkan jika berbicara dengan orang lain. • Kesulitan mengatur tugas dan kegiatan tertentu. • Cenderung menghindar, tidak senang mau pun enggan mengerjakan tugas yang membutuhkan suatu usaha. • Sering kehilangan sesuatu. • Mudah teralihkan perhatiannya. • Sering melupakan tugas sehari-hari. b. Hiperaktivitas, yang antara lain ditandai dengan • Sering tampak menggerakkan tangan, kaki, dan menggeliat di tempat duduk • Seringkali meninggalkan tempat duduk pada situasi yang mengharuskannya tetap duduk. • Sering berlari atau memanjat. • Mengalami kesulitan bermain atau kesulitan mengisi waktu luang dengan tenang. • Berperilaku seolah digerakkan oleh “motor” • Berbicara secara berlebihan. c. Impulsivitas • Melakukan sesuatu tanpa berpikir panjang. • Menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan selesai diucapkan • Mengalami kesulitan dalam menunggu giliran. • Menyela atau memaksakan sesuatu kepada orang lain. ADHD dapat dikategorikan menjadi tiga tipe Tipe I Tipe kesulitan konsentrasi Predominately Inattentive Tipe II Tipe hiperaktif – impulsif Predominantly Hyperactive – Impulsive Type Tipe III Tipe kombinasi Combined Type Penanganan untuk gangguan ADHD Diperlukan pendekatan multi disiplin untuk menangani ADHD, antara lain dengan a. Edukasi bagi orang tua, dan pengajar Edukasi menjadi hal yang pertama kali harus dilakukan ketika anak di diagnosa ADHD, agar para orang tua dan pengajar memiliki informasi yang tepat mengenai ADHD, dan penanganan yang harus dilakukan. b. Terapi Farmakologi Penggunaan obat-obatan yang sesuai untuk bidang ini, kiranya lebih tepat psikiater atau dokter anak yang membantu menjelaskannya. Terkadang terapi farmakologi digunakan terlebih dahulu agar anak lebih siap untuk mendapatkan terapi perilaku. c. Terapi Perilaku Terapi perilaku menyasar pada perubahan pola perilaku anak yang negatif menjadi perilaku positif, dan membantu anak agar lebih mampu mengendalikan reaksi berlebihan, reaksi emosional, dan sebagainya. d. Pendekatan Psikososial Pendekatan psikososial dapat berupa pelatihan ketrampilan sosial bagi anak ADHD dengan tujuan antara lain, agar anak dapat memahami norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat serta berperilaku sesuai dengan norma yang ada. Penanganan yang dipaparkan diatas tidak dapat berdiri sendiri. Tidak ada satu jenis penanganan yang paling baik dibandingkan dengan penanganan lainnya, namun hendaknya penanganan tersebut harus saling melengkapi satu sama lain. Mungkinkan ADHD terjadi pada orang dewasa? Sangat mungkin. Beberapa penelitian juga mengatakan, ADHD dapat bersifat genetik, yang artinya bahwa ADHD dapat diturunkan meski pun tidak selalu dari orang tua kepada anaknya. Dalam pengalaman praktek saya, sering saya temui bahwa orang dewasa dengan ADHD tidak menyadari bahwa mereka terkena ADHD. Bahkan beberapa orang dewasa baru menyadari dirinya juga mengalami ADHD, setelah anaknya di diagnosa ADHD. ADHD pada orang dewasa seringkali menyebabkan individu tersebut mengalami kesulitan dalam bekerja atau membangun relasi dengan orang lain. Gejala ADHD pada orang dewasa menyerupai gejala ADHD pada anak-anak, antara lain kesulitan untuk berkonsentrasi dalam waktu yang panjang, mudah terpancing emosinya temperamental, tidak sabar, kesulitan mengorganisir dan menyelesaikan tugas. Jadi jika anda, orang yang anda kenal atau anak anda terlihat memiliki gejala-gejala yang telah dipaparkan diatas, jangan tunda lagi! Segera berkonsultasilah kepada profesional untuk membantu anda. Ditulis oleh Irma,SpKJ Psikiater Klinik Jiwa dan Panti Rehabilitasi Mental Jiwa Sehat Saat ini, kemajuan ilmu pengetahuan dan perkembangan dunia kesehatan telah meningkatkan angka harapan hidup rata-rata di seluruh dunia. Jumlah penduduk lansia meningkat dengan tajam dalam beberapa dekade terakhir. Masalah yang kerap ditemui pada penduduk lansia adalah kepikunan. Pikun adalah bahasa awam untuk mengistilahkan kondisi mudah lupa. Kondisi ini dapat merupakan bagian dari demensia yaitu penurunan daya kerja otak akibat matinya sel-sel saraf otak. Di tahun 2010, demensia diidap oleh lebih dari 35,6 juta penduduk lansia dan jumlah ini diperkirakan akan meningkat dua kali lipat dalam jangka waktu 20 tahun menjadi 65,7 juta orang di tahun 2030. Problema pada penderita demensia bukan hanya masalah mudah lupa saja namun juga timbulnya perubahan emosi dan perilaku yang sering menyertainya. Perubahan emosi dan perilaku yang sering tampak misalnya depresi, mudah marah, galak dan mudah memukul, apatis, nampak diam tak mau beraktivitas, tidak mau merawat diri, mengulang-ulang hal yang sudah dikatakan, bicara melantur/”berbohong”/asal jawab ketika ditanya, tidak mau dan tak mampu merawat diri, jam tidur bangun yang tak sesuai orang normal, takut ditinggal, menjadi tak tahu malu, tak dapat menahan keinginannya, berteriak-teriak, berhalusinasi, curiga dengan orang lain, dan lain sebagainya. Perubahan emosi dan perilaku ini dikenal dengan istilah medis BPSD Behavioral and Psychological Symptoms of Dementia. BPSD sering kali merupakan sumber stres utama dan terberat bagi keluarga yang merawat penderita. Keluarga penderita demensia sering tidak mengetahui bahwa perubahan perilaku dan emosi yang timbul merupakan bagian demensia yang dialami pasien. Keluarga kemudian dapat memberikan respon yang salah atau salah bersikap karena ketidaktahuan tersebut. Ketika BPSD yang dialami pasien sudah berat, umumnya keluarga berespon dengan memasukan pasien ke rumah sakit atau mencari pengasuh pengganti yang dapat menemani pasien sehingga memberikan beban ekonomi tambahan bagi keluarga. Selain itu kualitas hidup pasien dan keluarga yang didera stres berkepanjangan juga dengan sendirinya menurun. Banyak sekali keluarga yang anggotanya menunjukan gejala-gejala depresi akibat harus merawat penderita demensia yang memiliki gejala-gejala BPSD. Penderita demensia perlu untuk dibawa ke dokter untuk memastikan bahwa memang yang dialami adalah demensia. Banyak kondisi yang dapat menyerupai gejala demensia dan tugas dokter memastikan bahwa gejala-gejala yang ada memang disebabkan oleh demensia dan bukan karena disebabkan oleh kondisi lainnya. Bila gejala yang ada disebabkan oleh sakit lainnya, dokter dapat langsung memberikan tatalaksana yang tepat dan sesuai. Diagnosis dini dapat membantu keluarga dalam menyusun rencana ke depannya, bagaimana keluarga bersikap, cara merawat pasien dengan benar, dan juga yang penting bagaimana menurunkan stres dalam keluarga sendiri. Hal ini dapat dikonsultasikan pada dokter psikiater. Hingga saat ini belum terdapat obat yang dapat menyembuhkan demensia namun sebetulnya gejala-gejala yang menyertai demensia seperti BPSD sebagian dapat dikontrol dengan terapi menggunakan obat-obatan klinis sekaligus dikombinasikan dengan terapi tanpa obat-obatan misalnya dengan melakukan konseling dan psikoterapi secara teratur terhadap keluarga yang merawat sehingga kadar stres dapat dikurangi dan pada akhirnya hal ini akan membantu membentuk sikap keluarga yang positif terhadap penderita. Ditulis oleh Irma,SpKJ Psikiater Klinik Jiwa dan Panti Rehabilitasi Mental Jiwa Sehat Ilustrasi kasus klinis adalah seorang bapak berusia pertengahan 30-an. Ia datang berkonsultasi ke psikiater atas anjuran dari salah seorang rekannya. Saat datang untuk pertama kalinya, terlihat bahwa mimik wajahnya murung dan nampak tidak bersemangat. Ketika dilakukan wawancara dan pemeriksaan psikiatrik, suaranya pelan, gerak-geriknya minimal, dan ia sering menanyakan ulang pertanyaan yang ditanyakan oleh psikiater pemeriksa. Tn. A menceritakan bahwa ia sudah merasa sedih berkepanjangan di mana hampir tak ada satu haripun ia merasa bahagia selama 1 bulan terakhir dan aktivitasnya terbatas di dalam rumah saja. Satu bulan lalu ternyata ia baru saja di PHK dari pekerjaannya. Rasa sedihnya disertai dengan penurunan berat badan yang nyata sekitar 3-4 kg karena hilangnya nafsu makan, kehilangan semangat dalam melakukan aktivitas sehari-hari, sulit untuk jatuh tidur atau kalau pun bisa ia mudah sekali terbangun dari tidurnya. Setelah beberapa saat kemudian, bercerita bahwa perasaan sedihnya bertambah parah semenjak dua minggu terakhir, ia menjadi mudah menangis tanpa sebab-sebab yang jelas dan ia merasa pesimis dengan masa depannya serta keluarganya. Akhir-akhir ini, ia berpikir bahwa hidupnya tidak berharga dan lebih baik ia mati saja. Semenjak di PHK juga tidak pernah lagi mencoba mencari pekerjaan baru karena merasa putus asa dengan hidupnya selain itu saat ini dia menjadi menarik diri dari pergaulan padahal dahulu ia dikenal sebagai orang yang aktif dalam kegiatan RT di lingkungannya. Rasa sedihnya menjadi bertambah parah karena mulai kebingungan akan pembiayaan hidupnya sehari-hari beserta keluarganya. Gejala-gejala yang dialami oleh di atas merupakan bagian dari gangguan depresi mayor dan contoh kasus di atas merupakan salah satu contoh kasus yang ekstrim. Gangguan ini termasuk dalam kelompok gangguan jiwa dan merupakan salah satu jenis gangguan afektif gangguan terkait suasana perasaan. Di Amerika Serikat, depresi saat ini merupakan penyebab disabilitas terbesar. Sedangkan menurut WHO, di seluruh dunia pada tahun 2020, diperkirakan bahwa depresi akan menjadi penyebab disabilitas terbesar nomor dua. Gangguan ini sering kali tidak terdeteksi dengan benar dan akibatnya tidak mendapat tatalaksana yang benar pula. Depresi yang tidak diterapi dengan benar akan menyebabkan penderitaan serta disabilitas terutama dalam bidang sosial dan pekerjaan. Oleh sebab itu dapat dibayangkan tingkat keparahan dampaknya bagi suatu negara baik secara ekonomis dan non-ekonomis baik pada masa kini maupun pada masa depan. Hal yang harus diperhatikan pada gangguan depresi mayor adalah seringnya kondisi ini disertai dengan ide-ide ataupun percobaan bunuh diri. Rata-rata angka kematian akibat bunuh diri pada pasien dengan gangguan depresi mayor adalah sekitar 15%. Gangguan depresi mayor merupakan faktor penyebab pada setidaknya setengah kasus percobaan bunuh diri di Amerika Serikat dan bahkan di dunia. Terdapat fakta-fakta yang menyebutkan peningkatan angka bunuh diri terutama pada golongan manula. Penyebab dan Faktor Resiko Sampai saat ini mekanisme munculnya depresi sebetulnya belum diketahui secara cukup jelas. Namun dari penelitian lanjutan diketahui bahwa gangguan ini terkait dengan interaksi multifaktor hingga bisa bermanifestasi secara klinis. Pada seorang penderita depresi, umumnya ditemui gangguan pengaturan sistem hormonal di otak yang dikenal sebagai neurotransmitter. Neurotransmitter yang bermasalah berasal dari kelompok neurotransmitter mono amin yaitu serotonin, dopamin, dan nor epinefrin. Beberapa penyakit klinis juga diketahui dapat memicu munculnya depresi. Selain itu, umumnya didapatkan adanya riwayat gangguan yang sama dalam keluarga pada pasien penderita depresi. Depresi dapat muncul dengan stresor yang jelas ataupun tidak. Stresor adalah faktor pemicu munculnya gangguan jiwa, umumnya berupa suatu peristiwa yang membekas secara psikologis pada penderita. Terdapat beberapa faktor yang memperbesar resiko munculnya gangguan depresi mayor pada seseorang, di antaranya berjenis kelamin wanita, kulit putih dan berwarna orang kulit hitam lebih jarang terkena, wanita yang single atau bercerai. Usia rata-rata penderita depresi mayor umumnya berkisar antara 20 hingga 50 tahun namun tidak menutup kemungkinan bahwa anak-anak, remaja, dan manula untuk dapat menderita gangguan ini. Pada anak-anak tidak didapati perbedaan yang mencolok antara anak laki-laki dan perempuan yang menderita depresi. Pada manula, keluhan fisik dan gangguan fungsi kognitif lebih menonjol dibandingkan suasana perasaan yang depresif sehingga perlu untuk lebih diwaspadai. Gambaran Klinis Kriteria diagnostik klinis gangguan depresi mayor menurut DSM IV-TR Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 4th edition, text revision adalah adanya suatu keadaan mood yang terdepresi baik yang dirasakan sendiri atau yang diamati oleh orang lain dan menghilangnya atau berkurangnya minat dan kesenangan pada hampir semua aktivitas yang dikerjakan. Kedua kondisi tersebut berlangsung hampir setiap hari selama sekurangnya dua minggu berturut-turut. Kedua kondisi tersebut diikuti dengan sekurangnya 3 dari kondisi berikut yang juga berlangsung selama sekurangnya dua minggu berturut-turut dan nyaris berlangsung tiap hari berat badan secara dratis walaupun tidak sedang diet atau bertambahnya berat badan secara signifikan kenaikan berat badan lebih dari 50% dalam satu bulan akibat penurunan atau peningkatan nafsu makan. sulit tidur atau hipersomnia tidur berlebihan. mengamuk atau retardasi psikomotor malas bergerak. lesu atau hilang tenaga. tidak berharga atau adanya rasa bersalah yang berlebihan atau tidak sesuai dengan kondisinya. kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi dan ketidakmampuan untuk memutuskan sesuatu. pikiran berulang mengenai kematian, atau pikiran berulang mengenai ide-ide bunuh diri tanpa rencana yang spesifik, atau percobaaan bunuh diri, atau rencana bunuh diri yang spesifik. Gejala-gejala tersebut harus menyebabkan suatu penderitaan atau gangguan fungsi yang signifikan dalam bidang sosial, pekerjaan, atau bidang lain yang penting dalam fungsi hidup sehari-hari. Gejala yang muncul juga bukan akibat langsung dari penggunaaan zat contoh penggunaan obat dalam jangka waktu lama atau kondisi medis tertentu contohhipotiroid. Gejala yang muncul juga bukan reaksi yang muncul akibat suatu reaksi berduka akibat kehilangan orang yang dicintai. Anjuran Penanganan Saat ini penatalaksanaan yang dilakukan untuk gangguan depresi mayor meliputi penanganan dengan farmakologi obat-obatan dan non farmakologi. Penanganan secara farmakologi dilakukan dengan pemberian obat-obat anti depresan sedangkan penanganan secara non farmokologis meliputi pemberian psikoterapi dan ECT. Hasil terbaik umumnya diperoleh dengan terapi kombinasi antara pemberian obat-obatan dengan psikoterapi. Penanganan terhadap gangguan depresi mayor yang sukses dapat dicapai dengan follow-up yang baik paska meredanya episode akut dari gangguan ini. Gangguan depresi mayor yang tidak diterapi dengan benar memiliki tingkat kemungkinan kekambuhan yang tinggi, sekitar 50-60% kasus dari episode tunggal bisa mengalami pengulangan di masa depan, sekitar 70% yang sudah mengalami kekambuhan ke-2 kali dapat mengalami kekambuhan lagi bila tidak diterapi, dan sekitar 90% yang sudah mengalami kekambuhan ke-3 kalinya dapat mengalami kekambuhan berikutnya. Dapat kita lihat bahwa kemungkinan kekambuhan semakin meningkat seiring dengan semakin seringnya seseorang mengalami gangguan ini. Seringkali walaupun gejala-gejala sudah mereda, terapi tetap akan dipertahankan selama sekitar 6 bulan sampai dengan 1 tahun untuk mencegah terjadinya kekambuhan gejala. Kekambuhan gejala dapat dicegah hingga 70-80% dengan terapi yang benar. Oleh sebab itu jika Anda atau keluarga Anda mengalami gejala-gejala gangguan depresi mayor, segeralah berkonsultasi dengan psikiater terdekat untuk mendapatkan penanganan yang tepat secepatnya. Posting ini merupakan pindahan pertanyaan konsultasi yang diajukan pada psikiater kami Irma,SpKJ di blog beliau Diharapkan pembaca mendapat manfaat pengetahuan dari tanya jawab berikut. nana March 8, 2014 at 233 pm Dok, umur saya 29 tahun, pekerjaan saya adalah costumer service merangkap admin yang sering berhubungan dengan pelanggan. Pekerjaan saya mengharusnya saya harus melayani pelanggan dengan baik, menjawab pertanyaan dari pelanggan secara tuntas atau bahkan ngobrol diluar pekerjaan. Sudah 2 bulan terakhir ini saya selalu gugup, berkeringat, speechless, khawatir, deg-degan dan muka memerah ketika berbicara dengan orang lain, apalagi ketika berbicara dengan posisi berhadap-hadapan. Ketika proses ngobrol tersebut , saya selalu ketakutan dan berpikiran bahwa jangan-jangan muka saya nanti akan merah, dan itu terbukti. Ketika ada client datang, maka saya dada saya selalu berdebar, khawatir, dada panas dan endinganya muka memerah. Kekhwatiran tersebut saya bawa sampai rumah dan lingkungan sekitar. Ketika janjian dengan seseorang untuk ketemu pun saya sudah khawatir jika nantinya ketika ngobrol muka saya akan memerah. Dengan keadaan ini, saya merasa terganggu dan tidak nyaman. Saya pikir hal ini akan sembuh dengan sendiri dan hany sesaat terjadi di diri saya, tapi ternyata sudah lebih dari 2 bulan dan tidak kunjung sembuh. pertanyaan saya Dok 1. Apakah saya mengalami gangguan kejiwaan? jika iya, tergolong serius atau tidak? 2. Untuk gangguan tersebut, sebaiknya saya datang ke psikolog atau psikiater? 3. Jika saya datang ke psikolog atau psikiater, apakah saya akan ditanya macam-macam yang bersifat pribadi? Terimakasih sebelumnya dok Jawab Fransiska Irma April 14, 2014 at 245 pm Dear Nana, Mohon maaf, saya sudah lama tidak mampir ke blog ini. Seperti yang saya umumkan sebelumnya, semua pertanyaan tanya jawab kesehatan jiwa sebaiknya ditanyakan di blog Nur Asa Medika. Meskipun jawaban ini cukup terlambat, namun saya harap Nana dan pembaca lainnya dapat memperoleh informasi dari jawaban saya berikut. Sebelum menjawab pertanyaan Nana, ada baiknya saya terangkan sedikit mengenai apa yang terjadi pada tubuh ketika kita mengalami tekanan secara psikologis, mulai dari derajat ringan sampai berat. Tekanan psikologis atau yang dikenal sebagai stresor akan muncul dalam bentuk pikiran di otak kita. Pikiran ini kemudian akan dipersepsi sebagai stres oleh otak, dan kemudian terjadi perubahan di dalam otak yang memicu pengeluaran hormon-hormon stres dalam tubuh selengkapnya dapat dibaca di artikel yang saya tulis mengenai stres di sini. Hormon stres tersebut juga akan mempengaruhi pembesaran dan pengecilan pembuluh darah, disamping juga mempengaruhi denyut jantung, kelenjar keringat, dan sebagainya. Hal inilah yang menyebabkan wajah Nana menjadi merah. Jadi mengapa wajah Nana menjadi merah? Sumbernya adalah perasaan kecemasan yang melanda Nana yang menyebabkan perubahan sistem kimia di otak dan hormonal di tubuh. 1. Dari cerita Nana, saya mendapat gambaran bahwa Nana mengalami suatu kecemasan ketika berhadapan dengan orang lain. Hal ini dapat dikategorikan sebagai kondisi yang dikenal sebagai fobia sosial. Apakah termasuk dalam gangguan kejiwaan? Jawabannya Ya, bila mana hal ini sampai menyebabkan gangguan dalam fungsi pekerjaan maupun fungsi sosial misal orang jadi berhenti kerja atau tidak mau bertemu orang lain. Namun fobia dapat dikategorikan sebagai gangguan kejiwaan yang ringan sehingga dengan terapi yang tepat dan benar, seharusnya fobia tersebut dapat dikontrol sampai dapat dihilangkan sepenuhnya. 2. Untuk fobia, Nana dapat memilih untuk datang ke psikiater ataupun psikolog yang menguasai psikoterapi berjenis Cognitive Behavioral Therapy. Saya kira dalam kasus yang dialami Nana, tidak perlu dilakukan pengobatan dengan obat namun dengan psikoterapi saja sudah cukup. Dalam sesi CBT akan dilakukan berbagai teknik dan modifikasi perilaku yang nantinya diharapkan dapat membantu Nana untuk kembali dapat aktif dalam pekerjaan yang Nana lakukan. 3. Sesi konsultasi dengan psikiater biasanya pertama akan menyoroti kondisi yang Nana alami. Umumnya yang pertama ditanyakan adalah bagaimana gejala ini bermulai, adakah kemungkinan penyakit fisik yang menyebabkan kondisi ini, adakah kemungkinan kondisi ini timbul karena penggunaan suatu zat tertentu dsb. Umumnya dokter psikiater kemudian akan menilai berat ringannya gejala yang dialami, kemudian mempertimbangkan apakah terapi yang diberikan dapat dengan psikoterapi saja ataukah memerlukan bantuan obat tertentu. Mohon maaf saya tidak dapat memberikan gambaran terapi yang dilakukan teman-teman psikolog, karena tidak pernah mengikuti sesi terapi dengan psikolog namun sepanjang pengetahuan saya, umumnya teman-teman psikologi akan juga melakukan ekzplorasi terhadap kondisi yang Nana alami. Sekian jawaban dari saya. Semoga membantu. Salam, Health is one of the agenda of Sustainable Development Goal’s SDG’s. Mental health is an important aspect in achieving social welfare and one of the highest disability causes in Indonesia at a 13,7% rate. DKI Jakarta Province pays great attention to the treatment of homeless people with mental disability. That is shown by the total of non-homeless people with a mental disability according to the Infodatin of Ministry of Health RI in 2019. This research is a descriptive qualitative approach. This research is to scrutinize the social rehabilitation for homeless People with Mental Disability PDM in PSBL 1. The result shows that on the initial approach step, there is social support from Cengkareng Barat Officials. On the disclosure and problem understanding step, PSBL 1 conducts an assessment in the form of Social Services’ Psychotic Screening Instrument. The problem planning arrangement step is conducted to arrange the cluster 1 syllabi. The problem-solving step is conducted with the pharmacotherapy method at Tiendra clinic and daily activity which is written on syllabi. The resocialization step is conducted with the regular examination. The termination step is conducted with a homeless PDM assessment determined for the progress of homeless PDM. The further counselling step is conducted with the independence stabilization of homeless PDM in the form of social support such as counselling. The research implication could serve as reflection material for policymakers and internal Kesehatan merupakan salah satu agenda Sustainable Development Goals SDGs. Kesehatan jiwa merupakan aspek penting yang dibutuhkan dalam mencapai kesejahteraan sosial dan salah satu penyumbang angka disabilitas tertinggi di Indonesia dengan 13,7%. Provinsi DKI Jakarta memberikan perhatian yang besar terhadap penanganan penyandang disabilitas mental terlantar. Hal itu ditunjukkan dengan jumlah penyandang disabilitas mental nontunawisma menurut Infodatin Kementerian Kesehatan RI tahun 2019. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk dikaji rehabilitasi sosial Tunawisma Penyandang Disabilitas Mental PDM di PSBL 1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada langkah pendekatan awal, terdapat dukungan sosial dari Pejabat Cengkareng Barat. Pada tahap pengungkapan dan pemahaman masalah, PSBL 1 melakukan penilaian berupa Instrumen Skrining Psikotik Dinas Sosial. Tahap penyusunan perencanaan masalah dilakukan untuk menyusun silabus klaster 1. Langkah pemecahan masalah dilakukan dengan metode farmakoterapi di klinik Tiendra dan aktivitas sehari-hari yang tertulis pada silabus. Tahap resosialisasi dilakukan dengan pemeriksaan rutin. Langkah terminasi dilakukan dengan penilaian PDM tunawisma ditentukan untuk kemajuan PDM tunawisma. Langkah konseling selanjutnya dilakukan dengan pemantapan kemandirian PDM tunawisma berupa dukungan sosial berupa penyuluhan. Implikasi penelitian dapat menjadi bahan refleksi bagi pengambil kebijakan dan evaluasi internal. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free p-ISSN 2301-4261 e-ISSN 2621-6418 EMPATI JURNAL ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL VOL. 10 NO. 1 Juni 2021 DOI Halaman 54 - 66 This is an open access article under CC-BY-SA license Open Journal Systems  Read Online  PDF Reader REHABILITASI SOSIAL BAGI PENYANDANG DISABILITAS MENTAL TELANTAR DI PSBL 1 DKI JAKARTA Harjani1, Indra Lestari Fawzi2 Universitas Indonesia, Depok, Indonesia Email [1]harjani [2] inle_bon Abstract. Health is one of the agenda of Sustainable Development Goal’s SDG’s. Mental health is an important aspect in achieving social welfare and one of the highest disability causes in Indonesia at a 13,7% rate. DKI Jakarta Province pays great attention to the treatment of homeless people with mental disability. That is shown by the total of non-homeless people with a mental disability according to the Infodatin of Ministry of Health RI in 2019. This research is a descriptive qualitative approach. This research is to scrutinize the social rehabilitation for homeless People with Mental Disability PDM in PSBL 1. The result shows that on the initial approach step, there is social support from Cengkareng Barat Officials. On the disclosure and problem understanding step, PSBL 1 conducts an assessment in the form of Social Services’ Psychotic Screening Instrument. The problem planning arrangement step is conducted to arrange the cluster 1 syllabi. The problem-solving step is conducted with the pharmacotherapy method at Tiendra clinic and daily activity which is written on syllabi. The resocialization step is conducted with the regular examination. The termination step is conducted with a homeless PDM assessment determined for the progress of homeless PDM. The further counselling step is conducted with the independence stabilization of homeless PDM in the form of social support such as counselling. The research implication could serve as reflection material for policymakers and internal evaluation. Keywords Social rehabilitation; homeless people with mental disability; social welfare institutions. Abstrak. Kesehatan merupakan salah satu agenda Sustainable Development Goals SDGs. Kesehatan jiwa merupakan aspek penting yang dibutuhkan dalam mencapai kesejahteraan sosial dan salah satu penyumbang angka disabilitas tertinggi di Indonesia dengan 13,7%. Provinsi DKI Jakarta memberikan perhatian yang besar terhadap penanganan penyandang disabilitas mental terlantar. Hal itu ditunjukkan dengan jumlah penyandang disabilitas mental nontunawisma menurut Infodatin Kementerian Kesehatan RI tahun 2019. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk dikaji rehabilitasi sosial Tunawisma Penyandang Disabilitas Mental PDM di PSBL 1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada langkah pendekatan awal, terdapat dukungan sosial dari Pejabat Cengkareng Barat. Pada tahap pengungkapan dan pemahaman masalah, PSBL 1 melakukan penilaian berupa Instrumen Skrining Psikotik Dinas Sosial. Tahap penyusunan perencanaan masalah dilakukan untuk menyusun silabus klaster 1. Langkah pemecahan masalah dilakukan dengan metode farmakoterapi di klinik Tiendra dan aktivitas sehari-hari yang tertulis pada silabus. Tahap resosialisasi dilakukan dengan pemeriksaan rutin. Langkah terminasi dilakukan dengan penilaian PDM tunawisma ditentukan untuk kemajuan PDM tunawisma. Langkah konseling selanjutnya dilakukan dengan pemantapan kemandirian PDM tunawisma berupa dukungan sosial berupa penyuluhan. Implikasi penelitian dapat menjadi bahan refleksi bagi pengambil kebijakan dan evaluasi internal. Kata Kunci Rehabilitasi sosial; penyandang disabilitas mental telantar; panti sosial. Rehabilitasi Sosial... Vol. 10, No. 1 2021 Empati Edisi Juni 2021 55 - 66 Empati Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial PENDAHULUAN Kesehatan merupakan salah satu agenda dalam Suistainable Development Goal’s SDG’s. Selain kesehatan raga, kesehatan jiwa juga sangat penting bagi seseorang. Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan sosial yang kompleks di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data World Health Organization WHO tahun 2016 diketahui bahwa sejumlah orang mengalami depresi, orang mengalami skizofrenia, orang mengalami bipolar serta orang mengalami dimensia Kementerian Kesehatan, 2019b. Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa masalah-masalah kesehatan jiwa di dunia masih tinggi, termasuk di Indonesia. Berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan tahun 2017, diketahui bahwa gangguan jiwa merupakan salah satu penyebab disabilitas tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 13,4%. Menurut perhitungan beban penyakit pada tahun 2017, beberapa jenis gangguan jiwa yang diderita penduduk Indonesia diantaranya yaitu skizofrenia, gangguan depresi, bipolar, autis, gangguan perilaku, cemas, gangguan perilaku makan, cacat intelektual dan attention deficit hyperactivity disorder ADHD. Dalam masa tiga dekade tahun 1990-2017, terjadi perubahan pola penyakit mental dan yang mengalami peningkatan yaitu depresi, skizofrenia, bipolar, autis dan gangguan perilaku makan Kementerian Kesehatan, 2019c. Selanjutnya, penderita orang dengan gangguan jiwa ODGJ di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan menurut Riset Kesehatan Dasar Riskesdas Kementerian Kesehatan tahun 2018. Peningkatan ini ditunjukkan dengan adanya penambahan prevalensi rumah tangga yang mempunyai ODGJ di Indonesia. Jumlah peningkatan tersebut yaitu dari per mil naik ke angka 7 per mil rumah tangga. Definisinya bahwa per rumah tangga terdapat 7 rumah tangga yang memiliki ODGJ, sehingga totalnya diproyeksikan sekitar ODGJ berat. Jumlah pada angka tersebut menunjukkan bahwa penyandang disabilitas mental di Indonesia masih tinggi. Berbagai faktor psikologis, biologis, sosial, dan keanekaragaman penduduk di Indonesia dapat menyebabkan jumlah gangguan jiwa akan mengalami penambahan. Berdasarkan Profil Kesehatan Republik Indonesia tahun 2018 terdapat kesenjangan antara layanan kesehatan mental yang ditunjukkan dengan jumlah rumah sakit jiwa di Indonesia yang hanya tersedia sebanyak 43 unit dengan kapasitas tempat tidur buah. Indonesia juga masih kekurangan tenaga kesehatan mental profesional untuk melayani pasien kesehatan mental, tercatat bahwa Indonesia hanya memiliki tenaga psikologi klinis dengan 1 psikiater yang melayani melayani orang Kementerian Kesehatan, 2019a. Lebih lanjut, berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, gangguan jiwa merupakan bagian dari penyandang disabilitas mental PDM yaitu “mereka yang terganggu dalam fungsi pikir, emosi, dan perilaku antara lain meliputi gangguan psikososial seperti skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, dan gangguan kepribadian serta perkembangan disabilitas yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial di antaranya autis dan hiperaktif” Undang-undang RI, 2016. Undang-undang tersebut menggeser model paradigma yang menurut Kasim 2010 dari pendekatan individual dan medis menuju pedendekatan berbasis hak-hak asasi/rights based model Widinarsih, 2019. Penyandang disabilitas menjadi subjek untuk berpartisipasi penuh berdasarkan kesamaan hak sehingga keterbatasan pada penyandang disabilitas tidak menjadi hambatan. Hasil interaksi dari lingkungan dan sikap masyarakat menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi penyandang disabilitas. Penurunan produktivitas akibat gangguan mental akan berdampak pada perkembangan dan pertumbuhan negara baik segi kesehatan, sosial, ekonomi, hak asasi manusia HAM dan lain sebagainya. Funk., dkk 2012 menyebutkan bahwa gangguan mental menjadi faktor penyebab parahnya penyakit kronis seperti kanker, penyakit kardiovaskular, diabetes dan HIV/AIDS, terutama melalui dampak perilaku tidak sehat dan berisiko, ketidakpatuhan terhadap rejimen medis yang diresepkan dan berkurangnya fungsi kekebalan tubuh. Gangguan mental memiliki dampak sosial yang beragam dan luas, termasuk tunawisma, banyaknya orang masuk penjara, peluang dan hasil pendidikan yang buruk, kurangnya pekerjaan dan terbatasnya peluang untuk menghasilkan pendapatan. Stigma, mitos dan kesalahpahaman seputar penyakit jiwa adalah akar penyebab banyak diskriminasi dan pelanggaran HAM yang dialami oleh PDM setiap hari. Kelompok rentan yang rawan menjadi korban penelantaran salah satunya adalah PDM, dengan alasan faktor kemiskinan, keluarga tidak bisa mengurus, kurangnya pengetahuan tentang penyakit gangguan jiwa, dan masih mendapatkan stigma. Pemerintah melalui Kementerian Sosial melakukan upaya rehabilitasi sosial yang dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. Upaya rehabilitasi Rehabilitasi Sosial... Vol. 10, No. 1 2021 Empati Edisi Juni 2021 56 - 66 Empati Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial sosial yang di atur dalam undang-undang tersebut dilakukan secara persuasif, motivatif atau koersif yang dilaksanakan di dalam keluarga, masyarakat maupun panti sosial’ Undang-undang RI, 2009. Penanganan PDM telantar juga harus sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa, pemberian perlindungan dan jaminan bagi PDM berdasarkan hak asasi manusia melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif’ Undang-undang RI, 2014. Dinas Sosial dan Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD di seluruh Indonesia juga melakukan perpanjangan fungsi layanan sosial. Kebijakan rehabilitasi sosial juga dilaksanakan di daerah khususnya Provinsi DKI Jakarta. Menurut Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI per Juli 2019 menunjukkan bahwa Provinsi DKI Jakarta meraih data tertinggi sebesar 79,03% pada indikator penderita gangguan jiwa yang mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mengatasi masalah PDM telantar yaitu menempatkan PDM telantar di dalam panti sosial. Kemudian, untuk menjalankan kebijakan rehabilitasi sosial, pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuat Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 157 tahun 2015 tentang Penanganan Orang Dengan Masalah Kejiwaan dan/atau Orang Dengan Gangguan Jiwa yang telantar dan/atau Mengganggu Ketertiban Umum. Selanjutnya peraturan gubernur tersebut menjadi pedoman bagi petugas pelaksana dalam melakukan rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas mental telantar. Intervensi melalui rehabilitasi sosial bertujuan untuk memulihkan dan mengembangkan kemauan serta kemampuan PDM agar bisa menjalankan fungsi sosial secara wajar dalam bermasyarakat. PDM yang mengalami kemajuan memungkinkan untuk memberdayakan mereka sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2015. Pemerintah daerah provinsi dalam standar pelayanan minimal urusan bidang sosial diberi kewenangan untuk melaksanakan rehabilitasi sosial pada disabilitas telantar di dalam panti sosial Kementerian Sosial, 2018. Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1 Provinsi DKI Jakarta yang selanjutnya disebut PSBL 1 merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis UPT Dinas Sosial tempat pemberian pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang psikotik telantar dengan tingkat berat yang telah melakukan terobosan dengan membuka Klinik Tiendra sebagai klinik pertama di Panti Sosial Provinsi DKI Jakarta. PSBL 1 memiliki kapasitas atau daya tampung penerima manfaat sebesar 750. Berdasarkan data per Maret tahun 2020 jumlah PDM di PSBL 1 sebesar 809 orang dan jumlah untuk sumber daya manusia yang menanganinya sebanyak 63 orang Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta, 2020. Hal ini menunjukkan ketidakseimbangan jumlah sumber daya manusia sebanyak 63 orang dengan jumlah PDM yang berada di panti tersebut. Selain masalah kurangnya pegawai tersebut, pemilihan PSBL 1 didasarkan atas realisasi anggaran tahun 2020 sebesar Realisasi anggaran tersebut merupakan realisasi yang tertinggi dibandingkan dengan panti sosial yang menangani PDM telantar di DKI Jakarta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2020. Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mendeskripsikan dan menganalisis pelaksanaan rehabilitasi sosial bagi PDM telantar di PSBL 1 Provinsi DKI Jakarta. Selanjutnya, dengan adanya tujuan tersebut, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan bagi pengembangan disiplin ilmu kesejahteraan sosial khususnya yang berkaitan dengan rehabilitasi sosial bagi PDM telantar. METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Rubin & Babbie 2011 menjelaskan bahwa salah satu kekuatan utama penelitian kualitatif adalah kelengkapan perspektif yang diberikan kepada peneliti dengan terjun langsung ke fenomena sosial yang diteliti dan mengamatinya selengkap mungkin, sehingga dapat mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam. Dasar penelitian kualitatif yaitu memberikan gambaran yang menyeluruh dari pengalaman sudut pandang informan sebagaimana adanya. Peneliti menjadi “instrument” penelitian yang akan membawa nilai-nilai untuk menginterpretasikan berbagai informasi yang didapat di lokasi penelitian. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Tujuan penelitian deskriptif menurut Neuman 2014 dijelaskan sebagai berikut “Research in which the primary purpose is to “paint a picture” using words or numbers and to present a profile, a classification of types, or an outline of steps to answer questions such as who, when, where, and how”. Penelitian di mana tujuan utamanya adalah untuk "memberi gambaran" menggunakan kata-kata atau angka dan untuk menyajikan profil, jenis klasifikasi, atau garis besar langkah-langkah untuk Rehabilitasi Sosial... Vol. 10, No. 1 2021 Empati Edisi Juni 2021 57 - 66 Empati Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial menjawab pertanyaan seperti siapa, kapan, di mana, dan bagaimana. Di dalam konteks penelitian ini, peneliti akan menggambarkan secara menyeluruh pelaksanaan rehabilitasi sosial bagi PDM telantar di PSBL 1 Provinsi DKI Jakarta. Waktu penelitian ini dilakukan dari bulan November 2020 sampai dengan Maret 2021. Selanjutnya untuk mendapatkan informasi, peneliti menggunakan metode wawancara, observasi, studi literatur dan dokumentasi. Neuman 2014 menyebutkan dalam wawancara lapangan melibatkan mengajukan pertanyaan, mendengarkan, mengungkapkan minat, dan merekam apa yang dikatakan. Wawancara dalam penelitian lapangan berlangsung dengan berbagai cara antara lain tidak terstruktur, mendalam, etnografis, pertanyaan terbuka, informal dan lama. Peneliti melakukan wawancara mendalam kepada informan yang dipilih dengan teknik purposive sampling untuk mendapatkan cakupan dan jarak data yang sesuai dengan kriteria tertentu demi mendapatkan realitas yang beraneka macam. Wawancara kepada 9 sembilan orang yang terdiri dari pembuat kebijakan yaitu pegawai di Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta dan pelaksana kebijakan yaitu pegawai PSBL 1 Provinsi DKI Jakarta serta penerima manfaat. Peneliti juga melakukan observasi terkait kegiatan rehabilitasi sosial di PSBL 1 Provinsi DKI Jakarta. Studi literatur dan dokumentasi berupa laporan kegiatan dan dokumen dari petugas pelayanan rehabilitasi sosial di PSBL 1 Provinsi DKI Jakarta. Selanjutnya, dalam melakukan analisis data, peneliti menggunakan teknis analisis data yang menurut Neuman 2014 berarti “secara sistematis menyusun, mengintegrasikan, dan menyelidiki, sewaktu melakukannya kita mencari pola dan hubungan di antara rincian spesifik”. Setelah semua data penelitian telah terkumpul bisa dilanjutkan dengan menganalisis data, di mana kita menghubungkan data tertentu dengan konsep, generalisasi awal, dan mengidentifikasikan tema yang luas. Menyusun dan memahami data dengan mengorganisir data menjadi kategori yang berdasarkan pada tema, konsep, atau karakteristik lainnya. Kemudian, menetapkan tiga jenis coding data kualitatif. Coding data melalui mengolah data mentah menjadi kategori konseptual dan membuat tema atau konsep penelitian yaitu rehabilitasi sosial bagi PDM telantar di PSBL 1 Provinsi DKI Jakarta. Berikut ini peneliti uraikan masing-masing tahapan proses coding Penyandian terbuka open coding Penyandian pertama dalam data kualitatif dilakukan dengan memeriksa data hasil temuan lapangan untuk merangkumnya menjadi kategori atau kode awal. Temuan penelitian berdasarkan pedoman wawancara pelaksanaan rehabilitasi sosial di PSBL 1. Pengelolaan axial axial coding Tahap kedua dalam penyandian data kualitatif yang terjadi saat peneliti merumuskan kode dari open coding, menyambungkannya, dan menemukan kategori analitis utama. Pada tahapan ini melihat keterkaitan antar konsep sehingga bisa melahirkan pertanyaan baru. Penyandian selektif selective coding Tahap terakhir dalam penyandian data kualitatif adalah memeriksa kode-kode sebelumnya untuk diidentifikasi dan memilih data yang akan mendukung kategori penyandian konseptual yang telah dikembangkan. Peneliti menyusun konsep dan memaparkannya secara jelas. HASIL DAN DISKUSI Provinsi DKI Jakarta dalam melaksanakan pelayanan rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas berupaya melindungi dan memenuhi hak penyandang disabilitas agar dapat meningkatkan potensi diri dan berdaya sesuai bakat dan minat yang dimiliki, berperan serta berkontribusi secara maksimal dalam segala aspek. Upaya yang dilakukan tertuang dalam kegiatan strategis daerah yaitu peningkatan aksesibilitas penyandang disabilitas terhadap pelayanan dasar, pelayanan publik, dan kesempatan kerja atau berusaha’. Dinas sosial sebagai unsur pelaksana yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang sosial di Provinsi DKI Jakarta berusaha menindaklanjuti salah satunya dengan pelaksanaan program pelayanan dan rehabilitasi sosial. Indikator kinerja yang ditetapkan adalah pada Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial PMKS yang dapat ditampung di panti sosial. PSBL 1 sebagai UPT Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta wajib berkontribusi dalam memenuhi indikator tersebut melalui upaya pelayanan rehabilitasi sosial bagi PDM telantar. Hal ini bertujuan untuk mengentaskan PDM terlantar ke dalam kehidupan yang layak dan normatif dengan sasaran meningkatkan pelayanan pemenuhan hak dasar PDM telantar. PDM terlantar masuk ke dalam kategori PMKS. Kondisi PDM terlantar dalam Rehabilitasi Sosial... Vol. 10, No. 1 2021 Empati Edisi Juni 2021 58 - 66 Empati Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial penempatan di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa sebelum adanya Peraturan Gubernur Nomor 157 Tahun 2015 tentang Penanganan Orang dengan Masalah Kejiwaan dan/atau Orang Dengan Gangguan Jiwa yang telantar dan/atau mengganggu ketertiban umum adalah campuran dari semua kategori fase PDM dengan segala permasalahannya, tidak ada klasterisasi. Penanganan sebelumnya dinilai kurang efektif seiring bertambahnya jumlah PDM telantar, sehingga Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta berupaya menanggulangi secara bertahap persoalan PDM telantar dengan klasterisasi. Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial-Penyandang Disabilitas Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta mengungkapkan “Ternyata kita juga melihat fenomena di Jakarta banyak sekali orang dengan gangguan jiwa. Akhirnya dia tidak terurus, telantar dan masuk ke panti kita. Dari hasil rapat-rapat provinsi berlaku Pergub 2015 PSBL HS 1, 2, 3 sesuaikan clustering-nya, 1 berat, 2 sedang, 3 ringan, trus ada loka karya buat buku silabi yang inovasi nanganin masalah disabiltas mental ini. Ada perubahan pergub ortala PSBL juga, menyesuaikan” HW, 5 Januari 2021. Berdasarkan temuan lapangan, terdapat beberapa temuan terkait rehabilitasi sosial bagi PDM telantar di PSBL 1 Provinsi DKI Jakarta. Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan konsep tahapan rehabilitasi sosial menurut Luhpuri & Andayani 2019. Konsep tersebut dipilih karena lebih komprehensif dan sistematis dibandingkan dengan tahapan pemecahan masalah praktik pekerjaan sosial seperti konsep menurut Zastrow 2017 yang hanya membahas 6 tahapan intervensi yang meliputi identifikasi masalah, menghasilkan solusi alternatif yang mungkin dilakukan, mengevaluasi solusi alternatif, memilih solusi yang akan digunakan, menerapkan solusi dan tindak lanjut untuk mengevaluasi. Sedangkan konsep tahapan rehabilitasi sosial menurut Luhpuri & Andayani 2019 memiliki 7 tahapan rehabilitasi yang sejalan dengan tahapan rehabilitasi sosial yang diatur dalam regulasi pemerintah daerah Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 358 Tahun 2016 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa. PSBL 1 sebagai UPT Dinas Sosial melaksanakan rehabilitasi sosial sesuai dengan peraturan gubernur tersebut. Tahapan rehabilitasi sosial berdasarkan Pergub DKI Jakarta nomor 358 tahun 2016 yang digunakan di PSBL 1 yaitu pendekatan awal, pengungkapan dan pemahaman masalah, penyusunan rencana pemecahan masalah, pemecahan masalah, resosialisasi, terminasi dan bimbingan lanjut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2016 Pendekatan Awal Pelaksanaan pendekatan awal akan berjalan dengan efektif dengan memenuhi lima langkah yang terdiri dari kegiatan sosialisasi, identifikasi, motivasi, seleksi dan penerimaan. Pelaksanaan rehabilitasi sosial PDM telantar di PSBL 1 perlu disertai dengan pemahaman dan komitmen dari seluruh Aparatur Sipil Negara, PJLP di PSBL 1 serta dukungan dari para pengambil keputusan. Kerjasama dari berbagai sektor yang terkait untuk penanganan PDM juga sangat diperlukan. Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta dan PSBL 1 sebagai proses awal harus menyampaikan informasi dengan sosialisasi terkait layanan rehabilitasi sosial yang dapat dijangkau. Sosialisasi dilaksanakan secara internal dan eksternal kepada PDM, keluarga, kerabat, institusi, maupun masyarakat. Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta dan PSBL 1 melaksanakan sosialisasi internal melalui rapat-rapat koordinasi. Pembahasan pembagian tugas di PSBL 1 juga telah dibentuk sesuai Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 358 Tahun 2016 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa. PSBL 1 selanjutnya menyampaikan gambaran pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada PDM. Faktor kondisi karakteristik kejiwaan PDM yang menolak mengikuti layanan rehabilitasi sosial memicu timbulnya hambatan proses pemulihan. Sosialisasi eksternal sudah dilaksanakan melalui website resmi Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta dan akun Instagram milik Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta dan PSBL 1 yaitu akun dinsosdkijakarta dan akun psbl_cengkareng1. Upaya promotif ini juga dilakukan oleh Dinas Kesehatan melalui puskesmas untuk menyebarluaskan informasi bagi masyarakat mengenai kesehatan jiwa, pencegahan dan penanganan gangguan jiwa. Upaya sosialisasi tersebut mendapat dukungan masyarakat sekitar seperti pemberian makanan tambahan dan upaya pembinaan keterampilan seperti pembuatan keset dan kerajinan mote. Selanjutnya, pihak eksternal masyarakat juga membantu dalam pemasaran dan penjualan hasil kerajinan yang dibuat oleh penyandang disabilitas mental terlantar. Sebagaimana diungkapkan oleh Satuan Pelaksana Pembinaan Sosial PSBL 1 berikut “Sebelum pandemi kita ada infoin kegiatan ke masyarakat, trus WBS Warga Bina Sosial yang Rehabilitasi Sosial... Vol. 10, No. 1 2021 Empati Edisi Juni 2021 59 - 66 Empati Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial udah pulih siap rujuk ke PSBL 2, biasanya ikut kerajinan mote, bikin keset, hasilnya bisa dijual ke masyarakat sekitar, pameran pernah, masyarakat ada pernah berkunjung liat-liat, kasih susu, biskuit juga” DH, 22 Januari 2021. Dukungan dari masyarakat dapat memberikan kelancaran pelaksanaan rehabilitasi di dalam panti berdasarkan hasil penelitian Fathurrachmanda & Pratiwi 2013. “Upaya promotif kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Kesehatan Jiwa dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan jiwa, menghilangkan stigma, diskriminasi, pelanggaran hak asasi PDM, serta meningkatkan pemahaman, keterlibatan, dan penerimaan masyarakat terhadap kesehatan jiwa”. Upaya promotif sebagaimana hasil penelitian Ayuningtyas dkk., 2018 penting dilaksanakan di lingkungan keluarga, masyarakat, fasilitas pelayanan kesehatan, media massa, tempat kerja, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, serta lembaga pemasyarakatan dan tempat ibadah. Selanjutnya pada pendekatan awal juga untuk memastikan PDM dapat diregistrasi sebagai calon penerima layanan di panti. PDM terlantar didapat dari hasil penjangkauan PMKS oleh Petugas Pelayanan, Pengawasan, dan Pengendalian Sosial P3S yang berkoordinasi juga dengan Polisi Pamong Praja yang selanjutnya akan ditampung sementara oleh Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya PSBI BD untuk diidentifikasi dan asesmen berdasarkan klasifikasi kategori PDM. P3S merupakan satuan tugas di bawah Dinas Sosial Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang diberi tugas untuk mengantarkan para PMKS ke panti sosial agar segera ditindaklanjuti. Identifikasi asesmen dengan melihat bagaimana kondisi fisik PDM. Kemudian, data informasi PDM yang didapat melalui komunikasi pendekatan personal kepada PDM akan menentukan PDM sebagai penerima layanan rehabilitasi sosial di PSBL 1 fase stabilisasi 1. Menurut Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta mengatakan bahwa “Asal ODGJ biasa gabungan, ada yang dari luar DKI atau- jadi kalau misalkan ada orang telantar gitu ya dan dia misalkan orang dengan gangguan jiwa di razia oleh petugas kita gitu kan apa di apa ditampung di PSBI, diasesmen di sana, apakah dia punya KTP, punya identitas nggak, punya keluarga nggak. Pekerja sosial lah yang pertama melakukan asesmen, psikolog juga, kalau memang dirasa memang membutuhkan perawatan dengan kesehatan biasanya juga akan nge-refer ke RSUD-RSUD terdekat, gitu.” HW, 5 Januari 2021 PDM telantar ada yang berdomisili di Provinsi DKI Jakarta dan luar Provinsi DKI Jakarta. Setelah menerima penempatan sementara PDM telantar, PSBI BD akan melakukan identifikasi dan asesmen untuk menentukan data dan informasi tentang PDM telantar, kondisi fase kejiwaan, dan tindak lanjut penanganan. Pemeriksaan kondisi kejiwaan berdasarkan kriteria diagnostik oleh pekerja sosial, psikolog dan tenaga medis umum. PDM telantar yang dijangkau oleh petugas Provinsi dan diduga dalam fase akut akan diantar langsung ke RSKD Duren Sawit. PDM telantar berada dijangkauan Kabupaten Administrasi berkoordinasi dengan Puskesmas dan Lurah dan/atau Camat. Rujukan bisa ke fasilitas kesehatan lain yang memiliki pelayanan kesehatan jiwa dan telah bekerja sama dengan Pemerintah Daerah. PSBI BD akan merujuk PDM telantar dalam fase stabilisasi 1 ke PSBL 1. Sebagaimana hasil penelitian Taftazani 2017 mengatakan pencarian informasi orang-orang yang dianggap memiliki gangguan mental menunjukkan usaha dalam mengidentifikasi calon klien yang akan atau harus ditangani. Berdasarkan hasil penelitian, pihak PSBL 1 sudah melakukan pencarian informasi identitas penyandang disabilitas mental telantar untuk persyaratan registrasi di dalam panti. Pengungkapan dan Pemahaman Masalah Pengungkapan dan pemahaman masalah dilakukan dalam bentuk persiapan, pengumpulan informasi, analisis dan temu bahas kasus. PSBL 1 sudah menjalin hubungan dengan penyandang disabilitas mental telantar yang ditunjukkan dengan pendampingan pengurusan administrasi. Menurut Pekerja Sosial PSBL 1 menyatakan “Peksos memfasilitasi pada proses awal penerimaan WBS ya, lebih ke administrasi. PSBL 1 menjadi panti untuk ODGJ tingkat berat, yang telantar, ga keurus. Ketika dokumen sudah lengkap lanjut registrasi dan jelasin program yang ada di panti, lalu diarahkan masuk ke wisma panti. Peksos juga membantu penyediaan kegiatan – kegiatan yang akan diikuti oleh WBS, dilanjutkan melakukan pendampingan WBS saat mengikuti kegiatan tersebut”. AR, 15 Januari 2021 Pegumpulan data dari hasil penelitian Fathurrachmanda & Pratiwi 2013 merupakan kompenen penting dalam setiap bentuk perencanaan untuk menuju proses lebih lanjut. PSBL 1 telah melakukan penelaahan pendataan ulang kepada PDM dari PSBI BD melalui pendekatan personal dengan beberapa pertanyaan seperti nama, alamat, dan nama orang tua dan pertanyaan Instrumen Rehabilitasi Sosial... Vol. 10, No. 1 2021 Empati Edisi Juni 2021 60 - 66 Empati Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial Skrining Psikotik Dinas Sosial ISPDS. Pendataan tersebut dilakukan salah satunya dengan tujuan PDM memiliki KTP sebagai tertib administrasi kependudukan dan dapat digunakan untuk penerimaan bantuan dan pendaftaran jaminan sosial. Temu bahas kasus telah dilakukan melalui pelaksanaan rapat di PSBL 1 dengan membahas hasil asesmen PDM berdasarkan ISPDS untuk memahami masalah klien dan mengetahui potensi dan sumber daya untuk menangani PDM. Satuan Pelaksana Pelayanan PSBL 1 menyatakan “Jadi, WBS masuk pertama kali dari PSBI 1 mau ke PSBI 2, yang masuk ke PSBL 1, kemudian dilakukan identifikasi dan asesmen namanya, Instrumen Skrining Psikotik Dinas Sosial. seleksi motivasi secara komunikasi ya, itu tanya jawab bisa didapat, karena balik lagi, ini kan WBS-nya itu merupakan ODMK ODGJ ya, jadi memang identifikasi asesmen awal itu pasti lebih dilihat dari fisik, gitu. Sesudah diidentifikasi, dalam rapat nanti WBS ditempatkan ke wisma-wisma yang ada di panti. Ada 6 wisma di panti kita yaitu Wisma Elang, Mawar, Merak, Melati, Cendrawasih, Kenari. Dilaksanakan pembinaan di Wisma, maksudnya lebih ke rehabilitasi sosial gitu, diberikan terapi-terapi, aktivitas kelompok di sana, kemudian nanti ditempatkan sesuai juga dengan kondisi kesehatan dan kondisi psikologisnya. PW, 15 Januari 2021 Pembahasan hasil asesmen tersebut mengenai seleksi yang dilakukan oleh pihak PSBL 1 dengan pengelompokan beberapa WBS dan kemudian ditempatkan di beberapa wisma pengasramaan. Pengelompokan tersebut berdasarkan jenis kelamin dan jenis penyakit penyerta. Pengasramaan menurut Fathurrachmanda & Pratiwi 2013 dilakukan untuk memudahkan proses pengawasan dan pembelajaran klien. Setelah penempatan dilakukan penyusunan jadwal untuk kegiatan yang sesuai untuk WBS dengan melihat masalah, potensi dan sumber daya yang digunakan untuk menyelesaikan masalah. Penyusunan Rencana Pemecahan Masalah Kegiatan yang dilakukan untuk menyusun rencana pemecahan masalah berdasarkan hasil asemen di mana akan menjelaskan informasi tentang kegiatan yang akan dijalankan, oleh siapa dilakukan dan waktunya kapan. Skala prioritas kebutuhan PDM di PSBL 1 sebagai klaster 1 masih mengutamakan penanganan farmakaterapi karena itu silabi lebih banyak diutamakan pada aktivitas kegiatan harian orientasi kebersihan dan perawatan diri. PSBL 1 memfasilitasi layanan kesehatan Klinik Tiendra bagi PDM di dalam panti merupakan akses ke layanan kesehatan untuk mental dan fisik yang dapat mengurangi potensi risiko negatif dari kekambuhan. PSBL 1 sudah menyusun jadwal pemeriksaan kesehatan bagi PDM di Klinik Tiendra. Kegiatan tersebut merupakan upaya kuratif yang dilaksanakan oleh PSBL 1 dengan tujuan penyembuhan dan pemulihan, pengurangan penderitaan, pengendalian disabilitas, dan pengendalian gejala penyakit. Sebagaimana yang diutarakan Satuan Pelaksana Pelayanan Sosial PSBL 1 “Untuk menangani ODMK dan ODGJ, gitu. Dan ada apa aja sih isi dari silabi itu? Kita ada 11 silabi, 101-111, dimulai dari bangun tidur, sesudah bangun tidur itu menyikat gigi, kemudian mandi pagi, lalu mandi pagi kemudian, eh... sarapan pagi gitu, makan bersama. Itu tujuannya pun lebih ke kegiatan sehari-hari, karena memang di sini kategori ODMK ODGJ-nya, eh... dikatakan tergolong yang berat ya, karena memang awal masuknya ODMK ODGJ dari telantar itu ke panti kami, gitu. pelayanan kesehatan, Kebetulan panti kita ini memiliki klinik yang terdiri dari dokter-dokter spesialis kejiwaan. Untuk pemeriksaan fisik juga dan jiwa 'kan. Fisiknya dilihat apakah ini mungkin, maaf, ada penyakit koreng, gitu. Nanti sesudahnya dilakukan pembinaan di sini, nanti ada lagi namanya clustering. Jadi, kita itu ada skrining, namanya instrumen skrining psikotik Dinas Sosial. Nah, di sana nanti ada indikator-indikator apa saja yang mengklasifikasikan bahwa WBS tersebut karakteristik seperti apa. Kalau di sini activity daily living, dengan mengacu juga ke silabi dan terapi aktivitas kelompok.” DH, 22 Januari 2021 PSBL 1 juga telah memberikan pelayanan rehabilitasi sosial mengacu pada silabi kegiatan nomor 101-111 dengan menyusun jadwal kegiatan harian dan kegiatan bimbingan yang akan diikuti oleh PDM. Pemulihan personal yang dilakukan PSBL 1 melalui komunikasi personal kepada PDM dengan memberikan bantuan sesuai kebutuhan dan yang diminati PDM serta penyampaian tujuan pemulihan. Upaya rehabilitasi sosial pada PSBL 1 dilaksanakan secara persuasif dan motivatif. Pemecahan Masalah Tahapan penyelesaian masalah berdasarkan rencana pemecahan masalah yang sudah dibuat untuk PDM. Kegiatan silabi nomor 101-111 yang telah dilaksanakan adalah mandi, sikat gigi, berpakaian, cuci tangan, makan bersama, memperkenalkan diri sesama teman WBS, bernyanyi Rehabilitasi Sosial... Vol. 10, No. 1 2021 Empati Edisi Juni 2021 61 - 66 Empati Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial bersama, senam bersama, olahraga beregu dan menggambar benda nyata. PSBL 1 telah melakukan pelayanan rehabilitasi sosial bagi PDM telantar dengan pendekatan personal melalui kegiatan pemberian sandang, pangan, dan pelayanan kesehatan di Klinik Tiendra, serta kegiatan rehabilitasi sosial lainnya. Informasi dari tugas pekerja sosial mengatakan “Tugas peksos juga mendampingi selama kegiatan di panti, memberi tahu tata cara makan, minum, berpakaian, kebersihan, olahraga, ada juga pendampingan keagamaan ada islam, kristen oh ya WBS buat jamu diasini, Sebelum corona, pekerja sosial bisa menghubungkan WBS yang sudah pulih mau dirujuk ke PSBL 2 dengan masyarakat sekitar dan pihak lain juga yang bisa itu, dari bimbingan keterampilan “hasta karya” dulu ada instrukturnya buat keset. Bisa dijual itu hasilnya.” S, 22 Januari 2021 Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan PDM telantar secara rutin merupakan bentuk rehabilitasi sosial. Bentuk-bentuk rehabilitasi sosial yang sudah dilakukan oleh PSBL 1 yaitu Motivasi dan Diagnosis Psikososial/ Asesmen Kebutuhan Motivasi dan diagnosis psikososial di PSBL sudah 1 dilakukan dengan mengajak PDM untuk mengikuti kegiatan rehabilitasi sosial melalui pendekatan personal. Pemberian hadiah berupa snack untuk PDM agar bermotivasi melaksanakan kegiatan rehabilitasi sosial. Diagnosis psikososial juga dilakukan oleh PSBL 1 melalui asesmen awal saat mengidentifikasi masalah dan kebutuhan PDM untuk menentukan jenis pelayanan rehabilitasi sosial yang sesuai kondisi perkembangan PDM. Kegiatan motivasi dan diagnosis psikososial bertujuan untuk menumbuhkan keinginan PDM dalam mengikuti proses rehabilitasi sosial serta upaya untuk mengidentifikasi situasi PDM, pihak lain, dan lingkungan sekitar yang penting dan berpengaruh atau dapat digunakan sebagai sistem sumber. Perawatan dan Pengasuhan Kegiatan sehari-hari yang dilakukan PSBL 1 adalah memberikan perawatan, perhatian, bimbingan dan dukungan dalam pemenuhan sandang, pangan, pelayanan kesehatan, dan kegiatan rehabiltasi sosial agar memenuhi dan mengembangkan kemampuan fisik, mental, sosial dan spiritual PDM. Pelatihan Vokasional dan Pembinaan Kewirausahaan PSBL 1 sudah memberikan kegiatan pembinaan atau bimbingan seperti membuat jamu dan pelatihan keterampilan dari kerajinan keset. Pelatihan vokasional membuat keset dan pembinaan keterampilan bagi PDM yang sudah lebih stabil dan kooperatif. Pendekatan vokasional bagi PDM menurut Subekti 2013 ditekankan sebagai perawatan kesehatan jiwa’, daripada sarana untuk mendapatkan kemandirian ekonomi. Sejalan dengan penelitian Sarah 2020 dijelaskan bahwa secara afektif, semangat dan kepercayaan diri warga binaan sosial meningkat dengan adanya pelatihan vokasional. Selain itu, pelatihan vokasional juga menunjukkan adanya gerak fisik dalam membuat kerajinan keset. Hal tersebut juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Sarah 2020 yang menjelaskan bahwa secara psikomotorik, berkembangnya kemampuan gerak yang semula lambat setelah mengikuti pelatihan lebih terbiasa meningkatkan gerak bagian tubuh. Namun, sesuai temuan lapangan, karena adanya relokasi anggaran instruktur/narasumber akibat pandemi covid-19, pelatihan keterampilan tidak melibatkan instruktur/narasumber sesuai bidangnya dan pihak panti hanya melibatkan ASN dan PJLP di panti tersebut. Satuan Pelaksana Pembinaan Sosial PSBL 1 menyatakan “Anggaran terkena rasionalisasi Tahun 2020-2021 Iya. Eh… paling yang berdampak ya itu sih ya, tenaga untuk instruktur aja ya, instruktur, karena 'kan instruktur itu 'kan… hmm, ada 9 ya, untuk psikolog, pekerja sosialnya, terus untuk seni musik, seni lukis, seni tari, gitu. Akhirnya, semenjak itu dirasionalisasi ya kita memberdayakan SDM yang ada. Untuk menari pun yang mengajarkan adalah petugas, seperti itu. Terus untuk yang asesmen dan memberikan intervensi 'kan biasanya dibantu psikolog, akhirnya ini kita berdayakan lagi ke pekerja sosial yang ada di panti aja, gitu. Jadi, lebih ke mengalihkan- mengalihkan ininya sih, instruktur ya, sebelumnya dianggarkan melalui tenaga ahli, sekarang kita alihkan dengan memberdayakan SDM yang di panti, baik itu ASN maupun PJLP-nya.” DH, 22 Januari 2021 Bimbingan Mental dan Spiritual Kegiatan pembinaan keagamaan sesuai agama PDM yang dilaksanakan oleh PSBL 1 bertujuan untuk meningkatkan kemampuan beribadah. Kegiatan harian yang rutin telah dilakukan di PSBL 1 juga mendukung perubahan sikap dari PDM. Rehabilitasi Sosial... Vol. 10, No. 1 2021 Empati Edisi Juni 2021 62 - 66 Empati Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial Bimbingan Fisik Kegiatan untuk meningkatkan kesehatan fisik melalui bimbingan kebugaran fisik, aktivitas sehari-hari, dan perawatan diri. PSBL 1 telah melaksanakan bimbingan fisik berupa aktivitas kegiatan sehari-hari dari belajar mandi, sikat gigi, makan, memakai pakaian, olahraga, dan kegiatan terapi aktivitas kelompok lainnya seperti bernyanyi, menari, melukis, dan mewarnai. Hal ini didukung oleh informasi dari Satuan Pelaksana Pembinaan Sosial PSBL 1 mengatakan “Hm… dikatakan bukan sehat ya, tapi lebih stabil ya, lebih kooperatif lah, juga berarti dia udah cukup kooperatif. Nanti diberikan terapi-terapi itu, terapi aktivitas kelompok. Lebih ke bernyanyi, menari, melukis, mewarnai, menari, gitu. Terus terapi dinamika kelompok, jadi semua WBS dikumpulkan, terus belajar berbaris, belajar berhitung, seperti itu sih. Memang- karena ini memang masih kategori WBS yang baru banget ya, dari jalan, jadi memang kita memberikannya pendekatan yang dasar, karena memang itu sudah ada pedomannya di silabi. Silabi di PSBL 1 tuh apa, silabi di PSBL 2 itu apa, dan silabi di PSBL 3 tuh apa, gitu.” DH, 22Januari 2021 Bimbingan Sosial dan Konseling Psikososial PSBL 1 telah mempersiapkan PDM untuk menjalin hubungan antar PDM melalui kegiatan interaksi saling berkenalan dan kepada masyarakat yang terlihat dari adanya dukungan masyarakat untuk membantu PDM dalam bentuk pemberian makanan dan penjualan kerajinan. Perjanjian kerjasama dengan Universitas Indonesia untuk praktik Program Pendidikan Dokter Spesialis di Klinik Tiendra memberikan edukasi tentang kesehatan jiwa. Kegiatan bimbingan sosial dan konseling psikososial bertujuan untuk menumbuhkan, memelihara, dan mengembangkan kemampuan dalam relasi sosial dan interaksi sosial PDM dengan lingkungannya serta meningkatkan pemahaman PDM tentang diri sendiri dan perilakunya yang berkaitan dengan lingkungannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Satuan Pelaksana Pembinaan Sosial “…kita kerja sama juga 'kan dengan Dinas UMKM Untuk bisa- kita ikut untuk mempromosikan produk hasil binaan- si warga binaan sosial, gitu., seperti itu sih. Untuk kerja sama sama lintas sektoral sih cukup banyak, apalagi pimpinan kami dokter, gitu. Terus beberapa kalipun di sini kedatangan, apa, perjanjian kerja sama dengan Universitas Indonesia. Jadi, mendapatkan PPDS-nya, program pendidikan dokter spesialisnya di panti kita untuk itu- melaksanakan praktik S2-nya, gitu.” DH, 22 Januari 2021 Pelayanan Aksesibilitas Pelayanan aksesibilitas bagi PDM di PSBL 1 dengan penyediaan pelayanan kesehatan di Klinik Tiendra yang berada di dalam panti. Upaya ini awalnya dilakukan untuk meminimalisir kekaburan PDM karena kondisi kejiwaannya dan menjangkau layanan sosial yang dibutuhkan. Sebagaimana pernyataan dari Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial-Penyandang Disabilitas Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta “Klinik Tiendra itu salah satu terobosan baru yang dibuat oleh PSBL 1 ya, nah memang kebetulan pada awal tahun 2019 akhir jadi Kepala Panti nya Bu Tinke dilantik sebagai Kepala Panti PSBL 1, yang mana dia merupakan bekas Kepala Bidang di Dinas Kesehatan. Jadi secara background dia memiliki wawasan, dan pengetahuan terkait kesehatan. Nah ketika ditugaskan di PSBL 1, memang banyak kendala kayak misalkan WBS kalau sakit ketika dirujuk ke Rumah Sakit apa terkadang WBS kabur penanganannya tidak maksimal akhirnya, beliau bikin terobosan inisiatif dibentuk lah Klinik Tiendra…” HW, 5 Januari 2021 Bantuan dan Asistensi Sosial Dinas Sosial DKI telah bekerja sama dengan sejumlah Rumah Sakit untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi PDM telantar. PSBL 1 memfasilitasi tempat dan membelikan alat kesehatan pakai habis untuk Klinik Tiendra. Layanan kesehatan yang diberikan berupa dokter umum dan berapa dokter spesialis untuk PDM. Pelayanan kesehatan ada yang terjadwal harian dan ada yang sesuai perjanjian. Dukungan lainnya dari Provinsi DKI Jakarta dengan pembuatan BPJS Kesehatan bagi PDM di PSBL 1. PSBL 1 juga telah bekerja sama dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk administrasi kependudukan pembuatan KTP dan Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi Usaha Kecil dan Menengah untuk mempromosikan hasil bimbingan keterampilan dari PDM. PDM yang mengalami kemajuan dan memiliki minat kejuruan, fokus perawatan dengan memanfaatkan secara optimal peluang sosial baru yang terkait dengan pekerjaan pembuatan jamu, kerajinan mote dan pembuatan keset. Pemulihan di PSBL 1 juga telah dilaksanakan melalui pemberian bantuan untuk berinteraksi dengan orang-orang, menjalin pertemanan baru, menawarkan pelatihan keterampilan, dan membantu mengembangkan Rehabilitasi Sosial... Vol. 10, No. 1 2021 Empati Edisi Juni 2021 63 - 66 Empati Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial strategi untuk mengelola informasi pribadi, serta mencegah dan melawan stigma dan diskriminasi. Upaya pemecahan masalah yang dilaksanakan oleh PSBL 1 merupakan upaya rehabilitatif kesehatan jiwa meliputi rehabilitatif psikiatrik, psikososial, serta rehabilitaif sosial. Tujuan upaya rehabilitatif untuk mencegah dan mengendalikan disabilitas, memulihkan fungsi sosial, memulihkan fungsi okupasional, mempersiapkan dan memberi kemampuan PDM untuk mandiri di lingkungan masyarakat. Resosialisasi Kegiatan persiapan pengembalian penyandang disabilitas mental ke dalam keluarga dan masyarakat. PSBL 1 telah melaksanakan resosialisasi penyaluran keluarga dengan kondisi PDM yang mengalami perkembangan kemajuan setelah diberikan pelayanan kesehatan dan terapi aktivitas. PSBL 1 melaksanakan asesmen pemeriksaan secara berkala melalui ISDPS pemeriksaan berulang untuk mengetahui kemajuan PDM. PDM yang mengingat kembali nama, alamat dan keluarganya dibantu oleh PSBL 1 agar segera bertemu keluarganya bisa melalui hubungan telepon, kunjungan dan kerja sama dengan pihak terkait. Pekerja sosial juga membantu menghubungkan dengan pihak keluarga atau rujukan lainnya setelah mendapatkan data informasi yang benar dari pihak keluarga dan atau pihak rujukan lainnya. Kegiatan perbekalan keterampilan untuk PDM akan melatih PDM untuk kegiatan pemberdayaan lebih lanjut baik nanti penyaluran ke Keluarga ataupun yang dirujuk ke PSBL 2. Sebagaimana informasi dari Satuan Pelaksana Pembinaan Sosial mengatakan “Jadi, ternyata asesmen itu tidak hanya sebatas sekali atau dua kali sama WBS itu ya, karena ODMK ODGJ. Jadi, bisa berkali-kali dan ketika meng-asesmen pun juga si WBS kita ajak untuk sambil bermain, entah sambil ngapain, oh lama-lama terbuka sendiri. 'Iya, Bu. Saya dulu itu kerjanya jadi, misalnya, pernah kerja di toko apa gitu, terus saya pergi dari sana.' Terus 'Lho, rumahnya di mana?', 'Iya, Bu, rumah saya sebenarnya itu ada di-' Waktu itu pernah ada yang paling jauh banget tuh di Medan, ada dari Medan. Berhasil, dan itu ternyata memang sudah lama sekali dicari sama keluarganya, dan dia tuh entah bagaimana dari Medan dia bisa sampai Jakarta, dia melarikan diri dari sana, dan alhamdulillah sekarang sudah kembali, gitu” DH, 22 Januari 2021. Pekerja sosial juga membantu menghubungkan dengan pihak keluarga atau rujukan lainnya setelah mendapatkan data informasi yang benar dari pihak keluarga dan atau pihak rujukan lainnya, sebagaimana yang ditambahkan oleh Pekerja Sosial PSBL 1 mengatakan bahwa “Peksos membantu WBS mulai dari pendampingan kegiatan, pelayanan kesehatan ke klinik, psikolog, perawatan ke rumah sakit sampai pulih, normal lagi beraktivitas bahkan proses pemulangan menghubungi keluarga WBS atau dapat rujukan ke PSBL 2 kita terus bantu damping” S, 22 Januari 2021 Terminasi Tahap pengakhiran layanan rehabilitasi sosial PSBL 1 dilakukan dengan monitor penilaian kemajuan PDM melalui klasterisasi berdasarkan hasil ISDPS. Setelah melakukan pemeriksaan berkala PDM di PSBL 1 ada kemungkinan bisa dirujuk ke PSBL 2 dan bisa pulang kembali keluarga juga sudah diketahui keberadaan keluarganya. Setelah PDM kembali ke keluarga diharapkan tetap melanjutkan aktivitas seperti di panti dan melatih keterampilannya. PDM yang dirujuk ke PSBL 2 bisa masuk ke kegiatan pemberdayaan lebih lanjut yang sesuai dengan minat PDM. Sebagaimana Satuan Pelaksana Pembinaan PSBL 1 menyatakan “Naik kelas bagi WBS ODMK ODGJ. Dasar untuk bisa WBS ODMK ODGJ ini naik kelas itu apa? 'Clustering itu adalah naik kelas, Jadi, kita itu ada skrining, namanya instrumen skrining psikotik Dinas Sosial. Nah, di sana nanti ada indikator-indikator apa saja yang mengklasifikasikan bahwa WBS tersebut layak untuk di-clustering ke PSBL 2. Nanti pun pada saat ditempatkan di PSBL 2, kegiatannya pun tidak sama lagi dengan di PSBL 1. Di sana lebih mendekatkan, eh- tambahan lagi. Kalau di sini activity daily living, di sana bisa diberikan keterampilan lain, begitu.” DH, 22 Januari 2021 Bimbingan lanjut Kegiatan pemantapan kemandirian penyandang disabilitas untuk memastikan klien dapat beradaptasi dengan baik sesudah melaksanakan kegiatan rehabilitasi sosial. Bimbingan lanjut dapat diberikan kepada penyandang disabilitas yang belum mendekati kondisi keberfungsian sosial yang diharapkan. Penyandang disabilitas yang sudah mendapatkan kondisi keberfungsian sosial diharapkan dapat dilakukan terminasi akhir. PSBL 1 sudah memberikan konsultasi konseling dan monitoring kepada PDM dan keluarga untuk melanjutkan Rehabilitasi Sosial... Vol. 10, No. 1 2021 Empati Edisi Juni 2021 64 - 66 Empati Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial kegiatan seperti di Panti. Satuan Pelaksana Pembinaan Sosial PSBL 1 menyatakan “Nah, ketika si WBS sudah kembali ke keluarga, dan itu dia tetap- keluarganya konsul mau untuk diberikan terapi, seperti ada di panti. Dia bisa didatangkan ke UILS, gitu. Ada kayanya WBS kita.” DH, 22Januari 2021. PDM yang dirujuk ke PSBL 2 akan mendapat tambahan kegaiatan pemberdayaan sebagaimana Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas mengatakan “Kalau di PSBL 2, karena dia memiliki lahan yang lumayan besar-di Budi Murni itu dia yang punya ada yang namanya kolam ikan, apa kandang kelinci, banyak lah. Termasuk kambing, sapi. Iya. Dan juga sama hidroponik. Nah saat ini kemarin kita sudah bersurat Dinas Perumahan. Karena persis di belakang PSBL HS 2 Budi Murni ada lahan milik Dinas Perumahan yang mau kita dayagunakan. Jadi memberdayakan disabilitas untuk bercocok tanam di sana dan itu juga udah panen setahu saya gitu. Tanamannya banyak, bayam, kangkung, dan lain-lain.” HW, 5 Januari 2021 Perhatian dan kepedulian keluarga terhadap PDM juga bisa mempercepat pemulihan. Sebagaimana penelitian Subekti 2013 bahwa sikap keluarga berdampak pada hasil PDM. Monitoring kunjungan keluarga selama pandemic covid-19 yang dilakukan oleh PSBL 1 dengan media telepon. PDM yang dirujuk ke PSBL 2 juga akan mendapatkan tambahan kegiatan pemberdayaan lainnya. Hal ini sesuai dengan prinsip kegiatan pembinaan lanjut dari Widodo 2014 yang menyebutkan adanya dukungan partisipasi aktif keluarga dan masyarakat, pelibatan penyandang disabilitas dalam proses pemberdayaan dalam mencapai kemandirian, dan kerjasama panti sosial dengan sumber yang relevan dengan kebutuhan dan permasalahan penyandang disabilitas. KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang dilakukan dengan menggunakan konsep rehabilitasi menurut Luhpuri & Andayani 2019, dapat disimpulkan bahwa tahapan dalam rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas mental telantar di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1 Provinsi DKI Jakarta dimulai dari pendekatan awal yang ditunjukkan dengan adanya sosialisasi internal, pembagian tugas yang jelas sesuai Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 358 Tahun 2016 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa, sosialisasi eksternal mendapat dukungan masyarakat sekitar lingkungan PSBL 1 seperti pemberian makanan tambahan dan upaya pembinaan keterampilan seperti pembuatan keset dan kerajinan mote. Masyarakat di sekitar panti yaitu yang berada di Kelurahan Cengkareng Barat juga membantu dalam pemasaran dan penjualan hasil kerajinan yang dibuat oleh penyandang disabilitas mental telantar. Selanjutnya pada pendekatan awal juga untuk memastikan PDM dapat diregistrasi sebagai penerima layanan di panti. Tahapan pengungkapan dan pemahaman masalah, PSBL 1 sudah melakukan asesmen PDM berdasarkan Instrumen Skrining Psikotik Dinas Sosial ISPDS untuk memahami masalah dan mengetahui potensi serta sumber daya untuk menangani PDM. Untuk memudahkan pengawasan dan pembelajaran, PSBL 1 melakukan penempatan PDM telantar di beberapa wisma diantaranya wisma elang, wisma cendrawasih, wisma kenari, wisma merak, wisma mawar dan wisma melati. Tahapan penyusunan rencana pemecahan masalah, terlihat dari adanya penyusunan jadwal kegiatan harian dari PSBL 1 untuk PDM berdasarkan silabi klaster 1 yang mengarah pada pemulihan fungsional PDM agar dapat hidup mandiri. PSBL 1 juga telah menyusun jadwal pemeriksaan kesehatan bagi PDM di Klinik Tiendra untuk pemulihan klinis. Lanjut ke tahapan pemecahan masalah dengan menjalankan kegiatan silabi nomor 101-111, penanganan farmaterapi di Klinik Tiendra dan kegiatan bimbingan lainnya untuk penanganan PDM. Pemecahan masalah ini mengarah kepada pemulihan sosial. Kegiatan pada pemecahan masalah merupakan bentuk rehabilitasi sosial, adapun bentuk rehabilitasi sosial yang telah dilakukan antara lain motivasi dan diagnosis psikososial/asesmen kebutuhan; perawatan dan pengasuhan; pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan sebagai perawatan kesehatan jiwa; bimbingan mental dan spiritual; bimbingan fisik; bimbingan sosial dan konseling psikososial, pelayanan aksesibilitas adanya Klinik Tiendra di PSBL 1; dan bantuan dan asistensi sosial. Selanjutnya dengan adanya tahapan resosialisasi, PSBL 1 melaksanakan asesmen pemeriksaan secara berkala melalui ISDPS pemeriksaan berulang untuk mengetahui kemajuan PDM. Pembekalan keterampilan sebagai pelatihan bagi PDM untuk pengembangan potensi saat penyaluran ke keluarga maupun rujukan ke PSBL 2. PSBL 1 setelah itu melakukan tahapan terminasi dengan monitor penilaian kemajuan PDM melalui klasterisasi. Setelah dilakukan pemeriksaan berkala, beberapa PDM di PSBL 1 dirujuk ke PSBL 2 dan beberapa bisa pulang kembali ke keluarga setelah Rehabilitasi Sosial... Vol. 10, No. 1 2021 Empati Edisi Juni 2021 65 - 66 Empati Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial diketahui keberadaan keluarganya. Tahapan selanjutnya pada bimbingan lanjut, PSBL 1 memberikan konsultasi konseling dan monitoring kepada PDM dan keluarga dengan untuk melanjutkan kegiatan seperti di panti. Perhatian dan kepedulian keluarga terhadap PDM dapat mempercepat pemulihan. PDM yang dirujuk ke PSBL 2 juga mendapat tambahan kegiatan pemberdayaan untuk pembinaan lanjut. Kemudian, diketahui bahwa pada tahap pemecahan masalah khususnya yang berkaitan dengan pelatihan keterampilan, akibat realokasi anggaran instruktur/narasumber terkait pandemi covid-19, pihak panti hanya melibatkan ASN dan PJLP yang bertugas di PSBL 1 DKI Jakarta. Maka dari itu, disarankan kepada Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan pihak ketiga seperti komunitas profesional yang memiliki kompetensi dan keterampilan khusus sesuai muatan yang disediakan oleh PSBL 1 DKI Jakarta. Penelitian selanjutnya diharapkan agar mengembangkan peran pekerja sosial sebagai subjek penelitian. DAFTAR PUSTAKA Ayuningtyas, D., Misnaniarti, M., & Rayhani, M. 2018. Analisis situasi kesehatan mental pada masyarakat di indonesia dan strategi penanggulangannya. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 91. Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta. 2020. Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta. Fathurrachmanda, S., & Pratiwi, R. N. 2013. Implementasi Rencana Program Rehabilitasi Sosial bagi Penyandang Disabilitas Netra Studi di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Malang. Wacana, Jurnal Sosial dan Humaniora. 164. Funk, M., Drew, N., & Knapp, M. 2012. Mental health, poverty and development. Journal of Public Mental Health, 114, 166–185. Kementerian Kesehatan. 2019a. Laporan nasional riset kesehatan dasar 2018. Retrieved from Kementerian Kesehatan. 2019b. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018. Retrieved from Kementerian Kesehatan. 2019c. Situasi Kesehatan Jiwa di Indonesia. Retrieved from Kementerian Sosial. 2018. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2018 tentang Standar Teknis Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Sosial. Retrieved from Luhpuri, D., & Andayani, R. 2019. Disabilitas Pengenaan dan Praktik Pekerjaan Sosial Dengan Disabilitas Di Indonesia. Bandung POLTEKESOS Press. Neuman, W. L. 2014. Social Research Methods Qualitative and Quantitative Approaches. Teaching Sociology, 303, 380. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 2015. Peraturan gubernur provinsi DKI Jakarta Nomor 157 Tahun 2015 tentang Penanganan Orang dengan Masalah Kejiwaan dan/atau Orang dengan Gangguan Jiwa yang Telantar dan/atau Mengganggu Ketertiban Umum. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 2016. Peraturan gubernur provinsi daerah khusus ibukota jakarta nomor 358 tahun 2016 tentang pembentukan, Organisasi dan tata kerja panti sosial bina laras harapan sentosa. Retrieved from Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 2020. Monev dki. Rubin, A., & Babbie, E. R. 2011. Research methods for social work 7th ed. Brooks/Cole Cengage. Subekti, A. E. 2013. Pelaksanaan proses resosialisasi orang dengan gangguan jiwa odgj untuk kembali dalam masyarakat. 19. Taftazani, B. M. 2017. Pelayanan sosial bagi penyandang psikotik. Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, 41, 129. Rehabilitasi Sosial... Vol. 10, No. 1 2021 Empati Edisi Juni 2021 66 - 66 Empati Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial Undang-undang RI. 2009. Undang-undang republik indonesia nomor 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial. Undang-undang RI. 2014. Undang-undang republik indonesia nomor 8 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa. Undang-undang RI. 2016. Undang-undang republik indonesia nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas. Widinarsih, D. 2019. Penyandang disabilitas di indonesia Perkembangan istilah dan definisi. 16. Widodo, N. 2014. Pembinaan lanjut bagi penyandang disabilitas tubuh di palembang dan makassar. 303, 20. Zastrow, C. 2017. Introduction to Social Work and Social Welfare Empowering People. 644. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication. Budi TaftazaniCiri utama dari penyandang gangguan psikotik yaitu mereka mengalami delusi dan halusinasi. Psikotik termasuk gangguan mental yang serius dan dapat membawa dampak kritis baik pada penderita maupun terhadap keluarga dan lingkungan gangguan psikotik tidak semata-mata disebabkan oleh faktor kekurangan internal individu melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling mempengaruhi. Faktor psikososial sepeti stres, gangguan kognitif, adanya relasi dan komunikasi yang buruk, serta kesulitan sosial ekonomi dapat melengkapi kerentanan biologis dalam memunculkan gangguan penyandang gangguan mengalami banyak hambatan dan keadaan bermasalah. Mereka mengalami kekacauan fikiran, afek yang dangkal, dan menarik diri. Kondisi lain yang memungkinkan penyandang gangguan berada dalam situasi tidak beruntung adalah ditolak dari keluarga, disembunyikan dari pergaulan masyarakat, dan mengalami berbagai perlakuan lain yang tidak gangguan psikotik terdiri dari tiga domain yang satu sama lain tidak bisa diabaikan untuk menghasilkan efektivitas dan dampak penanganan yang berarti yaitu domain biopsikososial. Penanganan ini terdiri dari medikasi, perawatan, rehabilitasi psikososial, psikoterapi, intervensi keluarga, dan psikoedukasi. Rangkaian intevensi ditujukan untuk pengelolaan simptom, pemulihan sosial dan vokasional, serta edukasi kepada keluarga penyandang Belakang Kesehatan mental merupakan sektor penting dalam mewujudkan kesehatan secaramenyeluruh. Terdapat sekitar 450 juta orang menderita gangguan mental dan perilaku di seluruh dunia,terbanyak di India 4,5%. Satu dari empat orang menderita satu atau lebih gangguan mental selama masahidup mereka. Gangguan mental jika tidak ditangani dengan tepat, akan bertambah parah, dan akhirnya dapatmembebani keluarga, masyarakat, serta pemerintah. Studi ini bertujuan mengetahui situasi kesehatan mentalpada masyarakat Indonesia dan strategi Tulisan ini menggunakan analisis deskriptif eksploratif, melalui tinjauan literatur dan kajian datasekunder. Unit analisis yaitu situasi kesehatan mental di Penelitian Berdasarkan kajian data Riskesdas 2013 diketahui prevalensi gangguan mental berat padapenduduk Indonesia 1,7%, terbanyak di Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan. Adapun gangguan mentalemosional dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan sekitar 6%. Hingga saat ini, masih terdapat stigmadan diskriminasi terhadap orang dengan gangguan mental di Indonesia, sehingga mengalami penangananserta perlakuan salah seperti pemasungan. Oleh karena itu strategi yang optimal perlu dilakukan bagi setiapindividu, keluarga dan masyarakat dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif secaramenyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Kesehatan mental dapat ditingkatkan dengan intervensikesehatan masyarakat yang efektif. Paradigma dalam gerakan kesehatan mental yang lebih mengedepankanpada aspek pencegahan serta peran komunitas untuk membantu optimalisasi fungsi mental Masih banyaknya kasus gangguan kesehatan mental pada masyarakat, dan penanganannyayang salah di Indonesia. Pemerintah perlu melakukan upaya penanggulangan yang menyeluruh, dimulaiadanya peraturan kebijakan yang menjadi dasar dukungan pendanaan dan akses ke pelayanan kesehatanmental serta didukung pendekatan berbasis kunci adanya peraturan kebijakan yang menjadi dasar dukungan pendanaan dan akses ke pelayanan kesehatanmental serta didukung pendekatan berbasis kunci Depresi, gangguan mental, psikososial, psikososial, skizofrenia., gangguan mental, psikososial, pemasungan, Rencana Program Rehabilitasi Sosial bagi Penyandang Disabilitas Netra Studi di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Malang. WacanaS FathurrachmandaR N PratiwiFathurrachmanda, S., & Pratiwi, R. N. 2013. Implementasi Rencana Program Rehabilitasi Sosial bagi Penyandang Disabilitas Netra Studi di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat Netra Malang. Wacana, Jurnal Sosial dan Humaniora. 164.Mental health, poverty and developmentM FunkN DrewM KnappFunk, M., Drew, N., & Knapp, M. 2012. Mental health, poverty and development. Journal of Public Mental Health, 114, 166-185. nasional riset kesehatan dasarKementerian KesehatanKementerian Kesehatan. 2019a. Laporan nasional riset kesehatan dasar 2018. Retrieved from ownload/laporan/RKD/2018/Laporan_Nasio Kesehatan Indonesia TahunKementerian KesehatanKementerian Kesehatan. 2019b. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018. Retrieved from wnload/pusdatin/profil-kesehatanindonesia/ Kesehatan Jiwa di IndonesiaKementerian KesehatanKementerian Kesehatan. 2019c. Situasi Kesehatan Jiwa di Indonesia. Retrieved from wnload/pusdatin/infodatin/ Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2018 tentang Standar Teknis Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal Bidang SosialKementerian Sosial. 2018. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2018 tentang Standar Teknis Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Sosial. Retrieved from rmensos%20No.%209%20Tahun%202018% Pemerintah belum memberikan dukungan sistem kepada perempuan dengan gangguan jiwa. Tidak ada upaya mengurangi stigma. Tidak menyediakan tempat tinggal dan tidak mengembalikan kapasitas hukum merekaJakarta ANTARA - Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat PJS Yeni Rosa Damayanti mengatakan bahwa pemerintah harus turun tangan dalam menangani permasalahan para perempuan dengan gangguan jiwa yang tinggal di panti-panti sosial yang tidak layak huni. "Pemerintah belum memberikan dukungan sistem kepada perempuan dengan gangguan jiwa. Tidak ada upaya mengurangi stigma. Tidak menyediakan tempat tinggal dan tidak mengembalikan kapasitas hukum mereka," katanya dalam seminar daring bertajuk "Perempuan-Perempuan Penghuni Panti Sosial" di Jakarta, Senin. Ia mengatakan kehadiran pemerintah dalam hal ini sangat penting karena para perempuan yang tinggal di panti-panti tersebut hidup dengan sangat tidak layak. "Mereka, perempuan dengan gangguan jiwa itu tinggal di suatu ruangan tertutup dengan penghuni puluhan orang dan hanya diperkenankan ke luar ruangan pada waktu makan," katanya. "Mereka tidur di bawah, dengan lantai beralas tikar dan tidak boleh ke luar ruangan selama 24 jam kecuali saat makan pagi, makan siang dan makan sore," tambahnya. Selain itu, katanya, ada juga panti yang menyediakan deretan ruangan kecil ukuran 1x2,5 meter yang dihuni satu orang per ruangan. Dalam ruangan itu ada selokan tempat penghuni bisa buang air kecil, makan dan tidur di tempat yang sama. Ia membandingkan kehidupan kaum perempuan dengan gangguan jiwa atau disabilitas mental ini dengan orang yang di penjara lantaran melakukan tindak pidana. "Yang berat bagi mereka, mereka tidak tahu kapan mereka ke luar panti. Itu lebih berat dari yang dialami tahanan atau napi," katanya. Menurut data PJS, tercatat ada 101 panti rehabilitasi mental di Indonesia yang sebagian besar berada di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Jumlah penghuni panti-panti tersebut mencapai orang yang 40 persen diantaranya merupakan perempuan. "Jadi sekitar perempuan hidup di panti-panti sosial ini," demikian Yeni Rosa Damayanti. Baca juga Petugas medis bebaskan seorang perempuan dari pasungan di Banyumas Baca juga Tiga orang ODGJ meninggal dunia di panti Baca juga Pemilih dengan gangguan jiwa di panti Cipayung lancar mencoblos Baca juga Panti lansia Tresna Werdha Bogor dinilai tidak layakPewarta Anita Permata DewiEditor Andi Jauhary COPYRIGHT © ANTARA 2021

panti rehabilitasi mental dan klinik jiwa sehat